Persediaan merupakan salah satu asset lancar yang dimiliki perusahaan.khususnya perusahaan dagang dan industri. Dalam menilai persediaan ini terdapat beberapa metode yang biasa digunakan. Beberapa metode tersebut diantaranya FIFO, Average dan LIFO. Metode FIFO atau First In First Out merupakan metode penilaian persediaan yang biasa digunakan oleh perusahaan besar. Metode FIFO merupakan metode dimana barang yang pertama kali dicatat masuk akan dijual terlebih dahulu. Metode FIFO digunakan untuk produk yang memiliki masa kadaluarsa yang pendek. Contoh perusahaan yang menggunakan metode ini ialah supermarket atau warung yang memiliki beragam jenis produk.
Metode average seperti namanya dalam menghitung persediaan akan mencatat berdasarkan harga rata-ratanya. Untuk menentukan harga rata-rata cukup menjumlah keseluruhan total pembelian kemudian membaginya dengan keseluruhan jumlah produk yang ada. Untuk metode LIFO sendiri mencatat barang yang terakhir masuk akan dijual terlebih dahulu.
Lebih Dalam Tentang LIFO
Tujuan dari metode LIFO ialah untuk mempermudah dalam menata keluar masuknya barang. Biasanya metode ini diterapkan ketika inflasi sedang berlangsung sehingga untuk menutup kerugian atas naiknya harga barang maka didahulukan barang yang terakhir masuk untuk dijual. Dengan penggunaan metode ini membuat laba rugi yang dihasilkan akan menunjukkan angka yang lebih rendah. Contoh dari penerapan metode ini ialah toko baju yang mana tren mudah sekali berubah sehingga produk yang paling baru akan dijual terlebih dahulu. Metode LIFO juga berimbas pada stok yang ada di gudang karena menimbulkan endapan harga. Produk lama mungkin saja akan lebih mudah rusak dan tidak bisa diperjual belikan.
Metode ini menurut standar akuntansi internasional sudah tidak dipergunakan lagi. Hal ini berlaku pula dengan standar akuntansi yang diterapkan di Indonesia. PSAK yang menjadi acuan akuntan Indonesia dalam pembukuan telah menyesuaikan dengan IFRS yang dipakai secara global.
Alasan LIFO Tidak Digunakan Lagi
Ada beberapa alasan kenapa metode LIFO sudah tidak efektif untuk digunakan dalam menilai persediaan. Berikut beberapa alasan kenapa LIFO tidak digunakan lagi sebagai referensi untuk menambah wawasan anda dalam hal persediaan :
Perbedaan Laba
Alasan pertama kenapa LIFO tidak digunakan lagi ialah karena adanya perbedaan laba yang cukup signifikan. Dibanding dua metode lainnya terdapat selisih yang cukup jauh dalam laba operasi yang dihasilkan jika menggunakan metode LIFO dalam menaksir persediaan.
Mampu Mengurangi Kualitas Laporan Keuangan
Penggunaan metode LIFO juga tidak merepresentasikan recent cost level of inventory . Hal ini membuat nilai persediaan tidak memiliki nilai yang relevan atau keadaan yang sebenarnya. Pada akhirnya hal ini mengurangi kualitas dari laporan keuangan itu sendiri.
Dapat Digunakan Untuk Memanipulasi Pajak
Kelemahan dari metode LIFO ialah mampu digunakan untuk memanipulasi laba perusahaan. Penggunaan metode ini seperti dikatakan sebelumnya dapat memperkecil laba perusahaan. Alhasil dengan kecilnya laba maka pajak yang ditanggung perusahaan juga akan jauh lebih kecil. Tentunya hal ini dapat mengurangi pendapatan negara.
Contoh Metode LIFO
Untuk memahami lebih jauh pengaruh metode LIFO ini maka berikut contoh soal yang digunakan dengan membandingkan metode LIFO dan FIFO serta Average.
Bapak Adi memiliki transaksi persediaan pada 2018 yakni sebagai berikut :
14 Juli dilakukan pembelian 100 unit @Rp.1.000
18 Juli dilakukan pembelian kembali 200 unit @Rp.2.000
20 Juli dibeli 75 unit dengan harga Rp.1.500
Pada akhir Juli diketahui persediaan hanya ada 50 unit saja
Setiap barang dijual dengan harga Rp.2.500 per unitnya
Metode FIFO
100 unit @ Rp.1.000 | Rp.100.000 |
200 unit @Rp.2.000 | Rp. 400.000 |
25 unit @Rp. 1.500 | Rp. 37.500 |
50 unit yang tidak terjual @Rp.1.500 | Rp. 75.000 |
Jumlah persediaan terpakai dengan menggunakan metode FIFO ialah Rp. 100.000+ Rp.400.000 + Rp.37.500= Rp.437.500
Metode Average
100 unit @ Rp.1.000 + 200 unit @Rp.2.000+75 @Rp.1500 | Rp. 612.500 |
Harga rata-rata per unit ialah Rp.612.500 : 575= Rp.1.065 | |
50 unit yang tidak terjual @Rp.1.065 | Rp. 53.250 |
Menurut metode rata-rata nilai persediaan yang terjual ialah 525 unit x Rp.1.065 = Rp.559.125
Metode LIFO
75 unit @ Rp.1.500 | Rp.112.500 |
200 unit @Rp.2.000 | Rp. 400.000 |
50 unit @Rp.1.000 | Rp. 50.000 |
50 unit yang tidak terjual @Rp.1.000 | Rp. 50.000 |
Jumlah unit yang terjual | Rp.112.500+Rp.400.000+Rp.50.000 = Rp.562.500 |
Jika diimplementasikan dalam laporan rugi maka hasilnya akan sangat jelas terlihat sebagai berikut :
Metode | FIFO | Average | LIFO |
Pendapatan | Rp.812.500 | Rp.812.500 | Rp.812.500 |
Harga Pokok Penjualan | Rp.437.500 | Rp.559.125 | Rp.562.500 |
Laba Sebelum Pajak | Rp.375.000 | Rp. 253.375 | Rp. 250.000 |
Setelah melihat contoh kasus diatas akan sangat terlihat bahwa dibandingkan metode average maupun FIFO laba yang dihasilkan paling kecil ialah dengan menggunakan metode LIFO. Inilah yang menyebabkan pajak tidak memberlakukan metode ini dalam penilaian persediaan wajib pajak badan.