Anda yang bergelut dalam dunia akuntansi perusahaan tentu akrab dengan buku besar. Buku besar menjadi suatu dokumen wajib yang harus dibuat oleh seorang akuntan karena semua entri jurnal transaksi tercatat di buku tersebut secara kronologis. Dalam buku besar juga memuat debit dan kredit dari setiap transaksi yang terjadi.


Buku besar terbagi atas dua jenis, yaitu buku besar umum (general ledger) dan buku besar pembantu atau dikenal juga dengan nama buku tambahan (subsidiary ledger).  Buku besar umum merupakan dokumen yang berisi semua perkiraan dalam suatu periode, mulai dari kas, piutang, utang, dan modal. Sedangkan buku tambahan seperti namanya menjadi buku pembantu dalam merinci entri jurnal yang ada.


Dalam perusahaan dagang, dikenal pula dua jenis buku tambahan yaitu untuk piutang dan untuk utang. Namun dalam artikel kali ini, kita akan membahas lebih detail soal buku tambahan (subsidiary ledger) piutang usaha. Apa itu buku tambahan piutang dan bagaimana contohnya? Berikut penjelasannya.

Buku Tambahan Piutang (Subsidiary Ledger)

Buku tambahan atau biasa disebut sebagai buku besar pembantu adalah sekelompok rekening yang khusus mencatat detail informasi perincian utang dan piutang usaha. Buku tambahan utang merupakan rincian dari akun utang dagang berdasarkan nama-nama suppliernya. Sedangkan buku tambahan piutang merupakan rincian dari akun piutang dagang berdasarkan nama-nama pelanggannya.


Buku tambahan piutang dipersiapkan untuk kebutuhan merinci langganan kredit, dari mulai kepada siapa kredit diberikan, dimana alamat pengkreditan, hingga berapa jumlah transaksinya. Terdapat tiga sumber pencatatan buku tambahan piutang, yaitu:

  1. Faktur dari Penjualan

  2. Bukti terima uang dari piutang

  3. Nota dari kredit (penerimaan kembali atas barang yang dijual)


Dalam buku tambahan piutang ini juga tagihan dari tiap langganan dicatat dalam daftarnya masing-masing. Jadi, jikalau terdapat perubahan piutang pada masing-masing langganan, akan dicatat pada perkiraan masing-masing dalam buku tambahan piutang. Sedangkan jika ada perubahan piutang secara umum, maka akan dicatat pada perkiraan piutang di buku besar umum. 

Contoh Cara Pencatatan Transaksi di Buku Tambahan Piutang

Agar lebih memahami bagaimana pencatatan transaksi di buku tambahan piutang, berikut adalah contoh sederhananya. Perusahaan Advertising, PT.Abadi pada Juni 2019 memiliki data transaksi sebagai berikut:

  1. Data Piutang debitur atau pihak penjamin pada tanggal 1 Juni 2019:

No

Debitur

Jumlah

1

PT. ABC

Rp6.500.000

2

PT. DEF

Rp7.000.000

Jumlah Piutang

Rp13.500.000


  1. Transaksi di PT.Abadi pada bulan Juni tahun 2019:

Tanggal

Faktur

Debitur

Jumlah

Juni

2019

3

No.S-01

PT. GHI

Rp4.500.000

10

No.S-04

PT. JKL

Rp5.500.000

20

No.S-07

PT. MNO

Rp3.000.000

Jumlah Penjualan kredit Bulan Juni 2019

Rp13.000.000


  1. Tabel Penerimaan Piutang dari Debitur

Tanggal

Faktur

Debitur

Jumlah

Juni

2019

2

No.D-03

PT. ABC

Rp5.000.000

8

No.D-05

PT. DEF

Rp3.500.000

15

No.D-08

PT. JKL

Rp4.000.000

26

No.D-12

PT. MNO

Rp2.000.000

Jumlah Penjualan dalam Bulan Juni 2019

Rp14.500.000


Berdasarkan data di atas, maka pencatatannya bisa dilakukan sebagai berikut.

  1. Piutang perusahaan PT.Abadi tanggal 1 Juni 2019 yaitu senilai Rp13.500.000,-. Piutang ini dicatat di buku besar pada posisi debit dengan nama akun piutang usaha. Rinciannya sendiri dicatat pada buku tambahan piutang.

  2. Semua faktur penjualan akan dicatat pada buku jurnal dengan akun piutang Rp13.000.000,- per 30 Juni 2019. Semua faktur penjualan tersebut juga harus dicatat di buku tambahan piutang. Caranya dengan mendebit rekening debitur.

  3. Seluruh bukti penerimaan kas dari debitur dicatat di buku jurnal penerimaan kas. Akun piutang usaha pada tanggal 30 Juni 2019 pada buku jurnal berada di posisi kredit. Hal ini karena akun tersebut mengurangi piutang usaha sebesar Rp14.500.000,- sehingga harus dicatat pula pada masing-masing bukti penerimaan kas. Caranya dengan mengkreditkan rekening debitur yang bersangkutan.

Lalu, sebelum membuat buku tambahan piutangnya, berikut adalah buku besar tambahannya.

Akun : Piutang Usaha

Tgl

Ket

Ref

Debet

Kredit

Saldo

Debet

Kredit

Juni 2019

1

Saldo

-

-

-

13.500.000

-


30

Posting

JN-1

13.000.000

-

26.500.000

-


30

Posting

JM-1


14.500.000

8.500.000

-


Angka Rp8.500.000 pada debet JM-1 adalah jumlah piutang yang ada pada pada buku tambahan piutang di tanggal yang sama. Perhitungannya bisa dilihat pada bagian akhir yaitu daftar saldo piutang.

Buku Tambahan Piutang

Berdasarkan semua data-data yang sudah dikelompokan di atas, maka Buku Tambahan Piutangnya bisa dicatat sebagai berikut.

PT. Abadi

Buku Tambahan Piutang

Nama Debitor: PT.ABC File: DS-01

Tgl

Ket

Ref

Debet

Kredit

Saldo

Debet

Kredit

Juni 2019

1

Saldo

-

-

-

6.500.000

-


10

Bukti No.M-17

JKM-1

-

5.000.000

1.500.000

-


Nama Debitur : PT.DEF File: DB-02

Tgl

Ket

Ref

Debet

Kredit

Saldo

Debet

Kredit

Juni 2019

1

Saldo

-

-

-

7.000.000

-


10

Bukti No.M-19

JM-1

-

7.000.000

-

-


Nama Debitur: PT. GHI File: DN-01

Tgl

Ket

Ref

Debet

Kredit

Saldo

Debet

Kredit

Juni 2019

1

Saldo

-

-

-

4.500.000

-


10

Bukti No.M-19

JM-1

4.500.000

-

-

-


Nama Debitur: PT. JKL File: DN-01

Tgl

Ket

Ref

Debet

Kredit

Saldo

Debet

Kredit

Juni 2019

1

Saldo

-

-

-

-

-


10

Faktur No.S-04


5.500.000


5.500.000



15

Bukti No.D-08

JM-1

-

4.000.000

1.500.000

-


Nama Debitur: PT. MNO File: DN-01

Tgl

Ket

Ref

Debet

Kredit

Saldo

Debet

Kredit

Juni 2019

1

Saldo

-

-

-

-

-


10

Faktur No.S-07


3.000.000


3.000.000



15

Bukti No.D-12

JM-1

-

2.000.000

1.000.000

-


Setelah mendapatkan data Buku Tambahan Piutang di atas, Anda juga bisa mendapatkan data untuk saldo piutang, yaitu sebagai berikut.

PT. Abadi

Daftar Saldo Piutang

Tanggal 30 Juni 2019

Nomor

Nama Debitur

Saldo

1

PT. ABC

Rp1.500.000

2

PT. DEF

-

3

PT. GHI

Rp4.500.000

4

PT. JKL

Rp1.500.000

5

PT. MNO

Rp1.000.000

Jumlah

Rp8.500.000


Tapi, apakah mungkin ada perbedaan antara akun piutang usaha dengan nominal dari hasil buku tambahan piutang? Ternyata kemungkinan itu tetap ada. Hal tersebut bisa terjadi atas dua penyebabnya, yaitu:

  1. Terjadi kesalahan pencatatan buku jurnal

  2. Terjadi kesalahan pencatatan buku tambahan piutang


Jika kesalahan itu terjadi, maka seorang akuntan harus membuat jurnal koreksi yang dibuat dalam jurnal umum. Koreksi tersebut juga harus dilakukan pada buku tambahan piutang.