Apa Itu Cadangan LIFO dan Beberapa Permasalahan yang Membuat LIFO Tidak Dipakai di Indonesia

Mengelola keuangan suatu perusahaan tentu bukan perkara sederhana. Banyak elemen-elemen yang diperhitungkan seperti persediaan barang yang diproduksi, bahan baku, suku cadang, pajak, komponen saham, dan lainnya. Berkaitan dengan persediaan atau stok barang, ilmu akuntansi memiliki metode khusus dalam pengelolaannya yaitu FIFO (First In First Out) dan LIFO (Last In First Out). FIFO dan LIFO merupakan metode untuk menilai persediaan yang umum digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Konsep penerapan FIFO berarti menjual barang yang pertama masuk, sedangkan konsep LIFO berarti menjual barang yang terakhir masuk terlebih dahulu. Perbedaan antara biaya inventarisasi yang dihitung dengan FIFO dan LIFO inilah yang disebut cadangan LIFO.

Apa itu Cadangan LIFO (Last In First Out)?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, LIFO (Last In First Out) memiliki konsep persediaan barang yang diterima terakhir maka akan dijual lebih dahulu, sehingga penilaian perolehan persediaan akhir berdasarkan dari nilai perolehan yang pertama masuk. Praktek penggunaan metode LIFO memiliki dampak terhadap nilai aktiva yang rendah bagi perusahaan dan cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang juga rendah.Dalam penerapan metode persediaan ini, akan terdapat selisih antara nilai tercatat persediaan yang dilaporkan perusahaan melalui LIFO dengan nilai yang tercatat ika menggunakan metode lain. Selisih tersebut biasa dikenal sebagai Cadangan LIFO (LIFO reserve). Sebagai contoh, jika nilai persediaan pada akhir periode adalah Rp100 juta dengan menggunakan metode LIFO. Tetapi jika menggunakan metode FIFO nilai persediaannya adalah Rp110 juta. Maka selisih Rp10 juta merupakan cadangan LIFO.

Macam-Macam Metode LIFO (Last In First Out)

Terdapat dua macam metode LIFO yang paling umum dikenal, yaitu LIFO dengan sistem fisik dan LIFO dengan sistem perpetual.

  1. LIFO sistem fisik, artinya penilaian persediaan ditentukan melalui saldo fisik yang ada dikalikan dengan harga pokok per unit barang yang diterima saat awal periode. Apabila saldo fisik nilainya lebih besar dari barang yang masuk di awal periode, maka persediaan diambilkan dari harga pokok per unit yang masuk di periode berikutnya.
  2. LIFO sistem perpetual, artinya setiap terjadi transaksi penjualan atau pembelian akan langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga Pokok Penjualan (HPP) sendiri dicatat sesuai dengan harga pokok barang ketika pertama kali diterima. Jumlah yang tersisa artinya menjadi nilai persediaan akhir.

LIFO dipakai sebagai metode yang akan menghasilkan Harga Pokok Penjualan (HPP) tertinggi karena tren pembelian yang terus meningkat. Hal tersebut terjadi lantaran dalam LIFO, biaya unit untuk dasar penentuan HPP merupakan harga pembelian barang terakhir atau barang terbaru. Dengan asumsi adanya tingkat inflasi, maka kecil kemungkinan sebuah barang akan mengalami penurunan harga.  Selain itu, metode LIFO dapat menghemat pajak lantaran perusahaan menghasilkan laba yang tidak begitu besar.

Kelebihan dan Kekurangan Cadangan LIFO (Last In First Out)

Penerapan metode LIFO sebenarnya memiliki kelebihan yaitu:

  • Dapat membandingkan biaya dan pendapatan saat ini. Jika suatu barang harganya naik, maka barang menjadi konservatif namun laba operasi tidak terganggu. 
  • Jika terdapat fluktuasi harga maka dapat meratakan laba tahunannya. 
  • Selama tingkat harga terus naik dan kuantitas persediaan tidak turun, maka pemakaian LIFO dapat menangguhkan pajak penghasilan karena item yang dibeli paling akhir memiliki harga lebih tinggi dibanding dengan pendapatannya.

Namun dibalik kelebihan itu, tentu terdapat beberapa kekurangan yang diantaranya yaitu:

  • Metode LIFO dianggap bertentangan dengan aliran fisik yang sesungguhnya.
  • Tidak dapat menunjukkan potensi dari jasa yang sesungguhnya.
  • Metode LIFO kurang tepat dalam mengukur biaya berjalan 
  • Masalah likuidasi pada LIFO bisa menimbulkan kebiasaan pembelian yang buruk.
  • LIFO memiliki pengaruh untuk mendistorsi neraca perusahaan karena penilaian persediaan yang kurang update dimana biaya yang paling lama masih ada dalam persediaan.

Permasalahan Sehingga LIFO Tidak Digunakan di Indonesia

Perlu diketahui bahwa LIFO tidak lagi digunakan oleh perusahaan di Indonesia. Hal tersebut karena sudah adanya perubahan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14 (Revisi 2008). Aturan ini secara jelas tertuang di Paragraf 23 yang menyatakan bahwa “Biaya persediaan, kecuali yang disebutkan dalam paragraf 21 harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang. Entitas harus menggunakan rumus biaya yang sama terhadap semua persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama. Untuk persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda, rumusan biaya yang berbeda diperkenankan”. Berdasarkan aturan tersebut, jelas dinyatakan bahwa untuk menilai persediaan perusahaan hanya boleh menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama yang tak lain merupakan metode FIFO dan rata-rata tertimbang atau metode Average. Selain itu, dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu UU No.36 tahun 2008 juga menyatakan bahwa metode LIFO tidak diperbolehkan, sehingga hanya metode FIFO dan Average saja yang boleh (Pasal 10 ayat 5).Lantas pertanyaannya adalah mengapa akhirnya metode LIFO ini tidak lagi boleh digunakan? Terdapat beberapa alasan mengapa metode FIFO tidak lagi dipakai di Indonesia. Alasan paling umum yang menjadi penyebabnya adalah sebagai berikut:

  1. Metode LIFO Menghasilkan Laba Terendah

Jika dibandingkan dengan metode FIFO dan Average, perhitungan laba yang dihasilkan oleh metode LIFO menjadi yang paling rendah dengan selisih yang cukup signifikan dibanding dua metode lain. Oleh karena alasan itulah, maka mengurangi kecenderungan perusahaan memanipulasi laba, maka LIFO harus dieliminasi.

  1. Metode LIFO Mengurangi Kualitas Laporan Posisi Keuangan

Dianggap bisa mengurangi kualitas laporan posisi keuangan, hal tersebut karena metode LIFO menyebabkan nilai inventarisasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan tidak menunjukkan tingkat persediaan saat ini (recent cost level of inventory). Akibatnya, nilai persediaan tidak memiliki nilai yang relevan atau keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itulah metode LIFO ini dianggap mengurangi kualitas laporan keuangan perusahaan.

  1. Metode LIFO Bisa Dipakai untuk Memanipulasi Pajak

Satu hal yang juga menjadi alasan mengapa metode LIFO tidak digunakan terutama dalam urusan perpajakan adalah karena metode ini memiliki celah untuk terjadinya manipulasi pajak. Hal ini adalah imbas dari alasan pertama di atas yaitu hasil laba yang rendah. Laba rendah itulah yang pada akhirnya membuat nilai pajak juga menjadi kecil sehingga akan mengurangi pendapatan negara.

  1. Metode LIFO Tidak Relevan untuk Inflasi

Sebagai suatu pertahanan akan inflasi, metode LIFO dianggap kurang relevan. Hal tersebut lantaran metode ini hanya digunakan sebagai aset atau inventaris saja, bukan untuk penilaian seluruh aset yang ada di perusahaan.

Itulah beberapa hal seputar cadangan LIFO yang perlu Anda ketahui. Perusahaan yang menggunakan metode LIFO memang dapat meminimalisasi laba sehingga memperkecil biaya pajak. Tetapi seiring inflasi, harga pembelian persediaan akan mengalami peningkatan. Terkhusus karena alasan pajak yang merugikan negara itulah, tak salah jika metode LIFO tidak lagi dipakai setidaknya di Indonesia.


You Might Also Like