Aturan Pajak Digital Terbaru dan Dampaknya Pada Bisnis Digital

aturan_pajak_digital_terbaru_dan_dampaknya_pada_bisnis_digital.png

Pajak merupakan salah satu pendapatan terbesar negara. Saat ini, terdapat berbagai jenis pajak di Indonesia, pajak penghasilan, pajak barang mewah, pajak pertambahan nilai hingga pajak ekspor-impor. Beberapa tahun lalu, pemerintah Indonesia resmi melaksanakan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk menarik pembayaran pajak yang terlambat tanpa denda.Kini, pajak digital pun mulai digaungkan untuk menambah pendapatan negara. Pada satu sisi, ini merupakan kesempatan ketika pertumbuhan bisnis digital melaju pesat. Apalagi, perkembangan startup di Indonesia sedang mencapai masa-masa emasnya. Terjadi sebuah trend bisnis digital yang tak bisa dihindari sehingga perusahaan konvensional rontok.Namun, penerapan pajak digital menemui pro dan kontra. Sebenarnya apa sih itu Pajak Digital? Apa saja dampaknya? Lalu dasar hukumnya? Untuk membantu Anda, berikut ini adalah ulasan lengkap mengenai aturan pajak digital terbaru sekaligus dampaknya pada bisnis digital Indonesia. Yuk, disimak!

Ekonomi Digital

Membahas tentang peraturan pajak digital, tentu akan erat kaitannya dengan ekonomi digital. Melansir dari halaman situs DJP Indonesia, Ekonomi Digital diartikan sebagai hasil dari sebuah proses transformatif bisnis akibat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang terus berkembang. Selain itu, TIK juga menjadi semakin murah, kuat, dan bisa digunakan secara luas yang mana mampu meningkatkan proses inovasi bisnis di semua sektor ekonomi.Pesatnya perkembangan dari ekonomi digital diyakini mampu untuk mempenetrasi pertumbuhan usaha retail, transportasi, edukasi, kesehatan, hingga interaksi sosial. Orang-orang bisa lebih mudah untuk menjual atau membeli produk dan jasa. Namun, menurut buku pegangan PBB, ekonomi digital dianggap memberikan ancaman pada sektor perpajakan.Hal ini karena ekonomi digital dikarakteristikkan sebagai sebuah ketergantungan terhadap aset tak berwujud, penggunaan data pribadi secara masif, model bisnis yang multisisi, dan tingkat kesulitan dalam menentukan dimana dan kapan aktivitas pembuatan nilai (value-creation) terjadi. Tentu, hal ini menjadi latar belakang mengapa aturan pajak digital dibuat dan pemerintah diharap tanggap sehingga potensi hilangnya basis pajak bisa dicegah.Apalagi, penduduk Indonesia saat ini mencapai lebih dari 250 juta jiwa dengan PDB terbesar di Asia Tenggara. Maka dari itu, tak heran bila banyak startup atau bisnis berbasis digital yang mengembangkan usahanya di Indonesia. Bahkan, Indonesia sendiri telah memiliki 4 Startup besar kategori “Unicorn” yang rata-rata belum genap berusia 10 tahun. Bonus demografi dan infrastruktur ekonomi yang terus berkembang menjadi salah satu faktor pesatnya perkembangan startup tersebut.

Dasar Hukum Pajak Digital

Aturan pajak digital terbaru di Indonesia secara khusus menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk setiap transaksi dan jasa tak berwujud yang dilakukan melalui PMSE atau Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Pajak yang dikenai akan sebesar 10% dan efektif diterapkan mulai 1 Juli 2020 kemarin.PPN sebesar 10% ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Indonesia Nomor 48 Tahun 2020 yang telah terbit 2 bulan sebelumnya, 5 Mei 2020. PMK ini kemudian menjadi turunan dalam Pasal 6 Perppu Nomor 1 2020. Untuk para pelaku usaha dari luar negeri (asing) peraturan pajak pertambahan nilainya diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) PMK 48/2020.Pelaku usaha PSME yang akan diatur ditentukan sendiri oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Adapun kriteria yang telah ditentukan sebagai pemungut PPN digital dalam pasal 4 diantaranya adalah nilai atau jumlah transaksi baik pembelian maupun penjualan di Indonesia yang telah melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan. Jumlah tertentu tersebut akan ditentukan oleh DJP atau Direktorat Jenderal Pajak.

Pembahasan Pajak Digital di G20

Pada pembahasan G20 di pertengahan Juli kemarin, penerapan pajak digital belum bisa ditentukan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia dan negara-negara yang tergabung di G20 belum bisa menarik pajak digital untuk beberapa perusahaan seperti Netflix (layanan streaming), Facebook (media sosial), dan Amazon (e-commerce).Diperlukan kesepakatan antara negara-negara di dunia sehingga peraturan pajak digital bisa diterima dan dijalankan. OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) telah menentukan dua pilar yang hendak digunakan. Pertama adalah pilar pendekatan terpadu yang mana mengatur tentang pembagian pajak antara PPh dan pajak profit.Kedua adalah pilar proposal erosi anti basis global. Pilar ini lebih fokus dalam mengatur hal pajak pertambahan dan memetakan kemampuan sebuah negara dalam mencegah erosi perpajakan. Hal ini karena terdapat beberapa negara yang dijuluki sebagai surga pajak dengan tarif pajak sangat ringan untuk para pelaku usaha.

Dampak Pajak Digital

Penerapan pajak digital untuk pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik tentunya akan berdampak pada para pelaku usaha serta pengguna jasa dan barang. Pemberlakuan pajak digital akan membuat individu atau badan usaha menyetorkan dan melaporkan pajak terhadap setiap transaksi usahanya.Dari perspektif pembeli atau pengguna barang dan jasa yang dibeli secara elektronik, maka mau tak mau harus ikut membayar PPN sebesar 10% dari harga atau jumlah transaksi. Pengenaan pajak PPN sebesar 10% khusus untuk pembelian secara online dan berlangganan (subscribe atau membership) di platform berbayar.Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa penerapan pajak digital akan membuat para pelaku usaha serta pelanggan untuk bersedia menyetorkan dana lebih di setiap transaksi PSME. Walau begitu, pajak digital dirasa menjadi faktor penunjang pajak negara yang sangat potensial lho!Kementerian Keuangan bahkan sengaja mengeluarkan aturan pajak digital di saat pandemi sehingga pendapatan pajak tetap stabil. Ditambah, aktivitas transaksi online sangat akseleratif di masa Work From Home dan karantina karena wabah COVID-19. Itulah yang menjadi pertimbangan utama sehingga pemerintah Indonesia gencar untuk melakukan dan menerapkan pajak ekonomi digital.Nah, itu dia penjelasan mengenai pajak digital baik dari segi aturan dan dampaknya pada bisnis di Indonesia maupun dunia. Secara umum, ekonomi digital merupakan proses kegiatan ekonomi yang dilakukan secara digital dengan sarana yang lebih murah, kuat, dan mudah digunakan. Dengan penerapan pajak digital, tentu akan bermanfaat besar bagi sebuah negara di saat kegiatan bisnis digital masif dilakukan.Pajak ekonomi digital tentu membebani para pengusaha domestik dan para pelanggan atau pengguna jasa dan barang. Namun, bila pajak digital dilakukan dengan baik dan sistematis, maka pajak digital bisa bermanfaat secara makro bagi perekonomian Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat, ya!


You Might Also Like