Persediaan merupakan salah satu pos dari aset lancar. Persediaan adalah semua barang yang dimiliki oleh perusahaan yang tujuannya untuk diperdagangkan maupun digunakan untuk kebutuhan operasional perusahaan. Pencatatan persediaan dalam akuntansi diakui dua metode yakni FIFO dan average. Metode FIFO singkatan untuk first in first out yakni barang yang diperjual belikan pertama ialah barang yang masuk pertama kali. Metode rata – rata atau average merupakan pencatatan persediaan dengan cara menjumlah biaya barang persediaan kemudian membaginya dengan jumlah unit persediaan yang ada.

Ciri-Ciri Perusahaan Yang Menggunakan Metode Average

Ciri-ciri perusahaan yang menggunakan metode average bisa digunakan oleh semua jenis perusahaan. Apalagi jika perusahaan tersebut memiliki persediaan yang harganya fluktuatif maka disarankan untuk menggunakan metode ini. Beberapa perusahaan yang melakukan perhitungan persediaan dalam waktu 3 atau 6 bulan maka menggunakan metode average akan lebih baik.

Kelebihan Metode Average

Ada beberapa kelebihan yang anda dapatkan jika menggunakan metode average. Jika persediaan anda merupakan persediaan yang memiliki harga naik turun maka metode average dapat mengurangi kerugian fluktuasi tersebut ketimbang memakai metode FIFO. Dengan menggunakan metode average anda juga mudah dalam menentukan harga pokok persediaan. Kelemahannya anda tidak bisa memaksimalkan profit atas selisih beli dan jual atas persediaan itu sendiri.

Dua Jenis Metode Average

Ada dua jenis metode average yang bisa anda pilih yakni moving average dan weighted average method. Metode moving average method ialah menentukan nilai persediaan dengan mengkalikan harga rata-rata per unit dengan sisa barang dagangan. Metode weighted average method ialah metode nilai persediaan dengan mengkalikan jumlah persediaan dengan harga rata-rata persatuan barang.

Contoh Perhitungan Metode Average

Perusahaan XYZ mencatat saldo awal persediaan barang dagangannya berupa rice cooker sebanyak 400 unit dengan harga per satuan sebesar Rp.350.000,- pada 1 Oktober 2018. Selanjutnya terjadi pembelian pada tanggal 10 Oktober sebanyak 100 unit dengan harga per unit seharga Rp.200.000. Pada tanggal 15 Oktober terjadi penjualan rice cooker kepada PT ABC sebanyak 250 unit. Selanjutnya pada tanggal 18 Oktober terjadi penjualan rice cooker kepada CV.BRO sebanyak 150 unit. Tanggal 21 Oktober 2018 PT XYZ melakukan pembelian rice cooker kembali sebanyak 300 unit dengan harga per satuan sebesar Rp.350.000. Tanggal 28 Oktober 2018 PT.ABC membeli kembali 150 unit rice cooker dari PT.XYZ. Untuk mengetahui berapa unit rice cooker yang belum terjual dan harga pokok per satuannya bisa anda simak sebagai berikut :


Tanggal

Keterangan

Masuk

Harga (000)

Total (000)

Keluar

Harga

Total (000)

Saldo Unit

Saldo (000)

01.10.2018

Stok Awal

400

350

140000




400

140000

10.10.2018

Pembelian

100

200

20000




500

160000

15.10.2018

PT.ABC




250

320

80000

250

80000

18.10.2018

CV.BRO




150

320

48000

100

32000

21.10.2018

Pembelian

300

350

105000




400

137000

28.10.2018

PT.ABC




150

342.5

51375

250

85625


800


265000

550


179375

Untuk harga jualnya per item dikenakan harga sebesar Rp.400.000 dan setiap penjualan rice cooker dibayar secara kredit. Berikut jurnal yang perlu dibuat sebagai berikut :

  1. Persediaan barang dagangan (10/10) Rp.20.000.000

Kas Rp. 20.000.000

  1. Piutang Dagang (15/10) Rp. 100.000.000

Penjualan Rp. 100.000.000

Harga Pokok Penjualan Rp. 80.000.000

Persediaan barang dagangan Rp. 80.000.000

  1. Piutang Dagang (18/10) Rp. 60.000.000

Penjualan Rp. 60.000.000

Harga Pokok Penjualan Rp. 48.000.000

Persediaan barang dagangan Rp. 48.000.000

  1. Persediaan barang dagangan (21/10) Rp.105.000.000

Kas Rp. 105.000.000

  1. Piutang Dagang (28/10) Rp. 60.000.000

Penjualan Rp. 60.000.000

Harga Pokok Penjualan Rp. 51.375.000

Persediaan barang dagangan Rp. 51.375.000

.

Perhitungan diatas merupakan perhitungan persediaan dengan metode moving average. Sedangkan untuk perhitungan persediaan menggunakan weighted average method ialah sebagai berikut :

Biaya rata-rata per unit : Rp.265.000.000 : 800 = Rp.331.250 per unit

Jumlah unit yang terjual : 250+150+150 = 550 unit terjual

Jumlah unit yang belum terjual : 800-550 = 250 unit

Jumlah biaya barang terjual : Rp. 331.250 x 550 unit = Rp.182.187.500

Biaya dari persediaan akhir : Rp.331.250 x 250 unit : Rp.82.812.500

Untuk ayat jurnal penyesuaiannya pada akhir periode ialah sebagai berikut :

31.10.2018 Ikhtisar R/L Rp. 140.000.000

Persediaan barang dagangan Rp.140.000.000

Persediaan barang dagangan Rp.82.812.500

Ikhtisar R/L Rp. 82.812.500

Melalui dua metode average diatas tentu anda mendapatkan jumlah persediaan akhir yang berbeda. Selisih yang dihasilkan juga lumayan besar. Persediaan barang perlu dikelola dengan baik agar anda bisa memperhitungkan berapa beban pokok penjualannya. Dengan perhitungan dan metode yang tepat maka anda bisa memastikan berapa profit yang dihasilkan. Setelah melihat pemaparan diatas tentu anda bisa membedakan antara metode FIFO dan average yang kini banyak diterapkan dalam pencatatan persediaan.