Definisi dan Tujuan Reformasi Pajak Tahun 2020 serta Dampaknya Pada Komponen Pajak Penghasilan (PPh)

definisi_dan_tujuan_reformasi_pajak_tahun_2020_serta_dampaknya_pada_komponen_pajak_penghasilan__pph_1000

Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan pembahasan UU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah. Pasal-pasal kontroversial yang ada didalamnya menimbulkan gejolak ditengah masyarakat hingga menimbulkan aksi demonstrasi hampir di seluruh kota di Indonesia. Terlepas dari polemik yang ada, UU Cipta Kerja sendiri merupakan salah satu bagian dari Reformasi Pajak. Bagian lain dari Reformasi Pajak tahun 2020 ini adalah UU Nomor 2 Tahun 2020 yang merupakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 sebagai respon atas dampak ekonomi dan keuangan karena Pandemi.

Definisi Reformasi Pajak 2020

Reformasi Pajak (tax reform) merupakan perubahan signifikan dan komprehensif akan sistem perpajakan yang mencakup perbaikan administrasi, pembenahan regulasi, hingga peningkatan basis pajak. Bagaimana bentuk reformasi yang dilakukan sendiri akan sangat fleksibel mengikuti kebutuhan atau kondisi yang tengah berlangsung. Tujuan dilakukannya reformasi pajak ini umumnya adalah untuk mengubah sistem perpajakan agar memenuhi standar dan syarat ekonomi pasar sehingga negara bisa meningkatkan persaingannya di pasar internasional.Sama halnya dengan reformasi pajak di masa sebelumnya, Reformasi Pajak Tahun 2020 juga merupakan perubahan cara pengumpulan pajak melalui pembenahan administrasi dan regulasi serta peningkatan basis pajak. Wacana Reformasi Pajak 2020 sendiri disampaikan sendiri oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Alasan diambilnya kebijakan ini adalah untuk merespon kontraksi perekonomian negara akibat pandemi. Lebih jauh, menurut Menkeu Reformasi Pajak dibutuhkan karena pembangunan Indonesia di masa depan akan cukup banyak.

Tujuan Reformasi Pajak 2020

Selain faktor pelemahan ekonomi karena pandemi, terdapat beberapa alasan mengapa reformasi pajak dibutuhkan. Kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah, target penerimaan pajak yang ditingkatkan, tidak sebandingnya jumlah SDM dengan jumlah Wajib Pajak, perkembangan dan kemajuan teknologi, hingga antisipasi akan perkembangan transaksi perdagangan menjadi alasan-alasan tersebut. Hal ini mengharuskan adanya landasan yang bisa menentukan arah kebijakan dalam perpajakan.Melalui pembuatan landasan yang jelas dan kuat, akan berdampak pada data dan informasi berbasis pajak yang lebih handal. Selanjutnya, reformasi pajak 2020 juga diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak bagi seluruh Wajib Pajak, menggairahkan investasi, dan perluasan basis pajak. Tujuan-tujuan ini dilakukan melalui dua beleid yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 dan Undang-Undang Cipta Kerja.

Dampak Reformasi Pajak 2020 Terkait Pajak Penghasilan

Dalam hal Pajak Penghasilan (PPh), reformasi pajak tahun 2020 memberikan perhatian khusus. Terdapat beberapa hal yang terdampak terkait PPh ini yaitu sebagai berikut.

  1. Tarif Pajak Penghasilan (PPh)

Dalam UU Nomor 2 Tahun 2020, terdapat relaksasi berupa penurunan Pajak Penghasilan (PPh). Penurunan tersebut adalah sebagai berikut.

  • PPh Badan dari 25% menjadi 22%  untuk tahun Pajak 2020 dan 2021, lalu tahun 2022 menjadi 20%
  • Perusahaan yang memperdagangkan saham di Bursa Efek Indonesia, diberikan extra diskon PPh sebesar 3%.

Selain dalam UU Nomor 2 Tahun 2020, melalui UU Cipta kerja juga diatur relaksasi berupa pembebasan PPh atas dividen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan dalam negeri sepanjang dividen itu sudah diinvestasikan di wilayah Indonesia sebanyak minimal 30%. Diharapkan, relaksasi dalam UU Cipta Kerja ini bisa mendukung produktivitas pemilik dana atas investasinya di dalam negeri.Hal lain terkait PPh yang diatur UU Cipta Kerja adalah untuk PPh 26.  Aturan terbaru ialah tarif PPh 26 atas bunga dari dalam negeri yang diterima SPLN bisa diturunkan kurang dari 20%. Pengecualian diatur bagi Barang Kena Pajak (BKP) dalam hal pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti saham.

  1. Subjek Pajak

Terkait subjek pajak, reformasi pajak 2020 melalui UU Cipta Kerja menambahkan jenis Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Tambahan tersebut ialah bagi WNI yang telah berada lebih dari 183 hari di luar negeri dalam waktu 1 tahun serta memenuhi persyaratan domisili, lokasi usaha, dan aktivitas, maka statusnya sudah masuk dalam SPLN. Status ini bisa dikenakan apabila WNI tersebut menjalankan usahanya melalui Badan Usaha tetap (BUT) di Indonesia dan memperoleh penghasilan dari Indonesia namun tidak menjalankan usaha melalui Badan Usaha Tetap di Indonesia.Terkait kepatuhan hukum, maka reformasi pajak melalui UU Cipta kerja menentukan Subjek Pajak Orang Pribadi (SPOP) berdasarkan keberadaannya, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA).Selain bagi WNI, status Warga Negara Asing (WNA) juga diatur dalam UU Cipta Kerja. Aturannya adalah setiap warga asing yang sudah lebih dari 183 hari menetap di Indonesia, maka digolongkan Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN). Hal ini berarti semua penghasilan yang didapatnya baik secara pribadi atau badan di wilayah Indonesia, wajib untuk dipungut pajak. Aturan ini berlaku jika WNA tersebut sudah memenuhi persyaratan yang berlaku.

  1. Objek Pajak

Terkait objek pajak, reformasi pajak 2020 mengaturnya dalam UU Cipta Kerja Pasal 4 yaitu memberi pengecualian tentang penghasilan yang menjadi objek pajak bagi WNI yang sudah menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri. Aturannya adalah, WNA yang sudah menjadi SPDN hanya dikenai PPh untuk penghasilan yang didapatkannya di Indonesia saja. Hal ini berlaku selama 4 tahun pajak sejak ditetapkannya WNA tersebut sebagai SPDN.

  1. Pengecualian 

Selain hal-hal di atas, terdapat pula pengecualian (exception) yang diatur reformasi pajak tahun 2020 ini. Hal itu terkandung dalam UU Cipta Kerja Pasal 4 ayat 3 huruf f, yaitu pengecualian atas dividen dari objek pajak yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi. Pengecualian ini berlaku jika dividen itu diinvestasikan di wilayah Indonesia dalam suatu jangka waktu ataupun sudah didapat oleh badan dalam negeri.Hal lain yang juga mendapat pengecualian ialah dividen dari luar negeri serta penghasilan setelah pajak dari Badan Usaha Tetap di luar negeri, baik yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun badan. Aturan ini berlaku jika dividen diinvestasikan atau dipakai untuk mendukung urusan bisnis di Indonesia dalam suatu jangka waktu. Syarat pengecualian untuk dividen luar negeri ini sendiri adalah dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan minimal 30% dari laba sesudah pajak. Syarat lain adalah dividen Badan Usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek wajib melakukan investasi dalam negeri.

  1. Intensif

Hal terakhir yang diatur reformasi pajak tahun 2020 melalui UU Cipta Kerja ialah PPh 26 atas bunga, premium, diskonto, dan imbalan. Hal yang diatur ialah tarif 20% dari jumlah bruto yang dibayarkan baik berupa premium, diskonto, atau imbalan yang sehubungan jaminan pengembalian utang bisa diturunkan melalui Peraturan Pemerintah.Itulah berbagai hal terkait Reformasi Pajak tahun 2020 yang dicanangkan Kementerian keuangan. Kondisi spesial tahun ini karena pandemi memang selayaknya direspon cepat dan tepat oleh pemerintah. Tinggal bagaimana penerapan atau implementasinya bisa dijalankan dengan baik agar tujuan reformasi pajak bisa tercapai.


You Might Also Like