Definisi Penghasilan Bruto dan Contoh Cara Menghitungnya

definisi_penghasilan_bruto_dan_contoh_cara_menghitungnya

Buat Anda yang sudah mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, pasti paham dong beberapa istilah yang tertera dalam pajak penghasilan? Wah, mungkin ada beberapa dari Anda yang belum mengerti cara atau proses penghitungannya saat hendak membayar pajak. Jangan khawatir, itu adalah hal wajar dan pernah dialami semua orang.Sebagai warga negara yang taat, membayar pajak penghasilan adalah sebuah keharusan. Bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga orang lain. Pembayaran pajak penghasilan seringkali menjadi masalah dan dianggap merugikan wajib pajak, faktanya, dengan membayar pajak Anda sudah membantu pembangunan di Indonesia lho!Bagaimana tidak, sebagian besar APBN negara berasal dari pendapatan pajak yang kemudian digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kualitas negara. Itulah mengapa, pemerintah secara rutin mengingatkan kita untuk membayar pajak, termasuk pajak penghasilan.Salah satu komponen dalam pajak penghasilan adalah pendapatan bruto. Pendapatan bruto harus Anda laporkan secara objektif dan berkelanjutan saat hendak mengisi SPT Tahunan. Beberapa contoh dari pendapatan bruto adalah gaji pokok, tunjangan karyawan, dan lain-lain. Selama satu tahun, Anda akan mengkalkulasikan pendapatan bruto yang mana totalnya akan dijadikan acuan dalam membayar pajak penghasilan tahunan.Dalam artikel ini, penghasilan bruto akan dibahas secara rinci sekaligus tentang cara menghitungnya. Yuk, simak ulasannya agar Anda tidak bingung saat harus membayar pajak nanti. 

Definisi Penghasilan Bruto

Pendapatan atau penghasilan bruto pada dasarnya adalah penghasilan kotor yang Anda kumpulkan selama satu tahun. Sumber pendapatan bruto bisa berasal dari mana saja, termasuk gaji kerja Anda, hasil usaha, atau lain-lain yang bisa menambah pendapatan Anda. Total pendapatan tersebut bisa dikatakan sebagai pendapatan kotor yang Anda terima sehubungan dengan pekerjaan dalam satu tahun. Namun, pendapatan atau penghasilan bruto tidak hanya berlaku untuk individu atau wajib pajak perorangans aja lho! Sebuah badan, organisasi, perusahaan, dan lain-lain juga wajib melaporkan pendapatan bruto mereka selama siklus operasi saat mengisi SPT Tahunan. Dalam aturan PPh atau Pajak Penghasilan Pasal 21, penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Selain itu, ditentukan pula berbagai jenis penghasilan yang dapat dikategorikan sebagai penghasilan bruto. Penghasilan yang akan menjadi unsur penambah tersebut adalah penghasilan rutin dan penghasilan tidak rutin:

  1. Penghasilan Rutin

Penghasilan rutin wajib pajak dapat berupa upah atau gaji dalam jangka waktu tertentu. Contoh dari penghasilan rutin adalah gaji pokok dan tunjangan. Gaji pokok pada dasarnya adalah gaji minimal yang sudah ditetapkan untuk jabatan tertentu. Setiap jabatan atau golongan pangkat akan memiliki gaji pokok yang berbeda-beda dan memengaruhi proses penghitungan pajak pendapatan bruto pada nantinya. Selain gaji pokok, tunjangan diluar gaji bisa juga termasuk sebagai penghasilan rutin yang mana akan menjadi unsur penambah dalam penghasilan kotor. Contoh dari tunjangan adalah tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, hingga tunjangan makan. Pada akhirnya akumulasi dari seluruh tunjangan akan dikategorikan sebagai pendapatan kotor. 

  1. Penghasilan Tidak Rutin

Kata lain dari penghasilan tidak rutin adalah pendapatan yang didapatkan secara tidak teratur dan berada di luar gaji pokok. Contoh dari penghasilan tidak rutin adalah Bonus hingga THR atau Tunjangan Hari Raya. Bonus adalah penghasilan tambahan yang diterima oleh pegawai atas kinerjanya yang maksimal atau tercapainya target-target perusahaan. Berbeda dengan bonus, karena nominal dan jangka waktu yang tidak dapat diprediksi, THR lebih cocok dikategorikan sebagai pendapatan tidak rutin. Selain itu, biasanya pada hari atau libur panjang, pemerintah atau perusahaan akan memberikan tunjangan untuk hari raya. Nominalnya mungkin tak akan berbeda dari THR sebelumnya, namun karena sifatnya yang dapat saja berubah dan tidak terikat apapun, THR lebih tepat digolongkan sebagai penghasilan tidak rutin. 

Komponen Apa Saja yang Harus Dilaporkan?

Setelah memahami apa itu pendapatan bruto hingga komponennya, berikut ini adalah rangkuman singkat komponen pendapatan bruto yang harus Anda laporkan. Pelaporan berikut ini Anda tulis saat hendak mengisi SPT Tahunan mulai dari Uang Pensiun, Bonus, hingga Premi:

  1. Uang pensiun (bagi pensiunan) dan gaji
  2. Tunjangan termasuk Tunjangan PPh, Tunjangan Hari Tua, Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Lain-lain termasuk biaya pengobatan, tunjangan transportasi, biaya pendidikan, hingga tunjangan makan
  3. Honorarium, baik dalam bentuk imbalan maupun pembayaran atas jasa yang telah dilakukan
  4. Premi asuransi
  5. Bonus tahunan

Komponen tersebut adalah komponen pendapatan kotor yang biasanya Anda dapat selama satu tahun. Komponen tersebut pula harus Anda laporkan saat mengisi SPT secara objektif dan faktual. Setelah itu, Anda akan langsung mengetahui besaran nilai PPh yang harus Anda bayarkan. Tapi tidak perlu bingung. Berikut ini ada cara mudah buat Anda untuk menghitung pendapatan bruto wajib pajak. Terdapat lima langkah sederhana yang bisa Anda lakukan untuk menghitung nilai pajak penghasilan. Simak berikut ini!

Cara Hitung Pendapatan Bruto Wajib Pajak

Langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah dengan menghitung seluruh pendapatan bruto selama satu bulan. Baik berupa gaji, uang pensiunan, tunjangan, honorarium, dan lain-lain seperti yang sudah tertera dalam bagian komponen pendapatan bruto.Setelah itu, kamu harus mengurangi pendapatan bruto bulanan tersebut dengan baik dalam bentuk biaya jabatan, iuran pensiunan, iuran jaminan hari tua, dan lain-lain. Setelah dikurangi kamu akan mendapatkan pendapatan penghasilan bersih berjalan. Pendapatan bersih tersebut kamu kalikan 12 untuk mengetahui penghasilan bersih tahunan.Langkah selanjutnya adalah perkalian dengan PKP atau penghasilan kena pajak. Namun, kamu harus mencari terlebih dahulu apakah kamu termasuk TK-0, K-0, K-1, K-2 atau K-3 tergantung dari status wajib pajak. Bila sudah, maka kamu kalikan PKP dengan tarif PPh 21.

Jumlah Anak/TanggunganLajangKawinPTKP Digabung (Suami-Istri)
0TK/0K/0K/I/0
1TK/1K/1K/I/1
2TK/2K/2K/I/2
3TK/3K/3K/I/3
PTKP2016-2018
TK/0Rp 54.000.000
K/0Rp 58.500.000
K/1Rp 63.000.000
K/2Rp 67.500.000
K/3Rp 72.000.000

Contoh,Andi adalah orang yang sudah menikah dengan istri ibu rumah tangga dan belum memiliki anak, maka ia masuk dalam kategori K/I/0. Penghasilan bruto bulanannya adalah 6.000.000. Setelah dikurangi dengan tunjangan makan, biaya pensiun, dan asuransi kantor, gaji bulanannya menjadi 5.500.000 sehingga dalam satu tahun pendapatan bersihnya adalah 66.000.000. Karena ia sudah menikah maka ditambahkan 4.500.000 menjadi 70.500.000. Pada tabel PTKP, K-0 penghasilan tidak kena pajaknya adalah 58.500.000. Maka 70.500.000 dikurang 58.500.000 menjadi 12.000.000. Mengacu pada UU nomor 36 tahun 2008 Pasal 17, tarif pajak yang diterapkan bagi peserta wajib pajak adalah sebagai berikut:

  • Wajib Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sampai dengan Rp 50.000.000 dikenakan tarif sebesar 5%
  • Wajib Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 dikenakan pajak sebesar 15%
  • Wajib Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 dikenakan pajak sebesar 25%
  • Wajib Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas Rp 500.000.000 dikenakan pajak sebesar 30%.
  • Karena penghasilan kena pajak Andi adalah 12.000.000 maka 12.000.000 dikalikan dengan 5%. 12.000.000 x 5% adalah 600.000.

Nah, itu dia ulasan singkat mengenai pendapatan bruto. Perlu kamu pahami bahwa pendapatan bruto pada dasarnya sama dengan pendapatan kotor yang mana berarti segala bentuk pendapatan yang kamu terima baik selama satu bulan maupun satu tahun. Semoga artikel ini bermanfaat untukmu ya! Jangan lupa untuk tetap membayar pajak sebagai warga negara yang baik.


You Might Also Like