banner iklan

Kenali Objek Pajak Anda Sebelum Mengajukan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

kenali_objek_pajak_anda_sebelum_mengajukan_pengurangan_pajak_bumi_dan_bangunan__pbb

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan kebijakan memberikan keringanan pajak terutang kepada Objek Pajak. Keringanan diberikan jika Wajib Pajak telah memenuhi syarat-syarat tertentu.Untuk mendapatkan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pemohon harus mempersiapkan dokumen yang diperlukan dan memenuhi syarat lainnya. Besaran pengurangan pun bisa berbeda-beda bergantung pada kondisi Wajib Pajak.

Definisi Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan

Ketentuan mengenai pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) telah diumumkan Kementerian Keuangan pada 20 Juni 2017. Semuanya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 82/PMK.03/2017 tentang Pemberian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).Dalam Peraturan Menteri ini, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat diberikan kepada Wajib Pajak jika telah memenuhi dua hal, yaitu:

  1. Kondisi tertentu Objek Pajak yang berhubungan dengan Subjek Pajak
  2. Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab luar biasa lainnya

Lebih jauh lagi, dalam PMK Pasal 2 ayat 2 a dan b dijelaskan lebih lanjut tentang definisi “kondisi tertentu” yang dialami, yaitu:

  • Kesulitan dan kerugian likuiditas yang terjadi pada akhir tahun buku, artinya sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
  • Akhir tahun kalender sebelum Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Kerugian yang ada dalam kondisi tertentu di atas adalah kerugian komersial. Perusahaan bisa mengetahui adanya kerugian dari laporan keuangan dalam SPT Tahunan PPh serta pencatatan yang terlampir dalam SPT Tahunan PPh. Artinya, Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan.Kondisi tertentu yang juga disebutkan dalam PMK adalah kesulitan likuiditas. Makna dari hal ini adalah ketika Wajib Pajak tidak lagi mampu membayar utang jangka pendek dengan kas yang dimiliki. Umumnya, kas diperoleh dari berputarnya uang dari kegiatan usaha.Dalam PMK, dijelaskan lebih lanjut dari kesulitan likuiditas adalah Objek Pajak yang dimiliki, dimanfaatkan, dan atau dikuasai oleh Wajib Pajak Badan yang menghadapi kesulitan likuiditas. Tak hanya itu, juga mengalami kerugian di tahun pajak sebelumnya. Dengan demikian, Wajib Pajak Badan tidak bisa memenuhi kewajiban rutin perusahaan.Sementara syarat kedua yaitu Objek Pajak terkena bencana alam bisa terjadi karena rangkaian peristiwa seperti:

  • Gempa bumi
  • Letusan gunung
  • Banjir
  • Tsunami
  • Kekeringan
  • Tanah longsor
  • Angin topan

Selain beberapa kondisi bencana alam di atas, sebab luar biasa lain juga bisa menjadi konsiderasi pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Contoh dari sebab luar biasa lain adalah kebakaran, wabah penyakit, hingga hama tanaman yang mengakibatkan kerugian.

Mengenal Objek Pajak

Sebelum mengajukan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Anda harus mengenali betul Objek Pajak yang dimiliki. Dengan demikian, Wajib Pajak bisa tahu seberapa besar pengurangan yang diperlukan serta memenuhi persyaratan lainnya.Lebih jauh lagi, pemberian keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas Objek Pajak ketika:

  • Objek Pajak yang berupa perikanan, peternakan, lahan perkebunan, atau pertanian dengan hasil sangat terbatas yang dikuasai, dimiliki, dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
  • Objek Pajak yang dikuasai, dimiliki, dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki penghasilan rendah. Dengan catatan, nilai jual Objek Pajak per meter persegi meningkat akibat dampak positif pembangunan dan perubahan lingkungan
  • Objek Pajak yang dikuasai, dimiliki, dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan sumber penghasilan satu-satunya dari pensiunan. Dalam hal ini, Wajib Pajak sulit memenuhi kewajiban PBB-nya.
  • Objek Pajak yang dikuasai, dimiliki, dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya rendah sehingga sulit memenuhi kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
  • Objek Pajak yang dikuasai, dimiliki, dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak seorang veteran pembela kemerdekaan, veteran pejuang kemerdekaan, dan penerima tanda jasa bintang gerilya. Hal ini berlaku pula pada janda atau duda yang ditinggalkan.

Besaran Pengurangan PBB

Besaran pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bergantung pada syarat dan kondisi yang dialami oleh Wajib Pajak. Lebih detil lagi, besaran pengurangan ini dibagi menjadi:

  1. Sebanyak 75% dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang dalam kaitannya dengan “kondisi tertentu” Objek Pajak yang berhubungan dengan Wajib Pajak
  2. Sebanyak paling tinggi 100% dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang apabila Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab luar biasa lainnya.

Ketentuan tentang besaran pengurangan PBB ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Pasal 4 ayat 1 a dan b.

Tata Cara Pengajuan Pengurangan PBB

Untuk bisa mendapatkan kebijakan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Wajib Pajak perlu tahu tata cara pengajuannya. Tahapannya adalah sebagai berikut:

  1. Mengajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Surat ditujukan untuk Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) atau SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang).
  2. Mengisi surat permohonan dengan mencantumkan pula berapa persentase pengurangan yang diajukan
  3. Melengkapi dokumen pendukung permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh Wajib Pajak perseorangan, berupa:
  • Surat pernyataan Wajib Pajak
  • Fotokopi Kartu Keluarga
  • Fotokopi rekening tagihan air, listrik, dan/atau telepon
  • Fotokopi bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Tahun Pajak sebelumnya
  • Dokumen pendukung lainnya tergantung pada kondisi (Kartu Tanda Anggota Veteran, surat penganugerahan gelar kehormatan, surat keputusan pensiunan/Purnawirawan, surat keterangan kematian, dan lainnya)
  1. Permohonan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harus sudah diberikan setidaknya 3 bulan sejak SKP atau SPPT diterima oleh pihak Wajib Pajak. Jika kasusnya adalah karena bencana alam atau sebab luar biasa, maka batasnya adalah paling lambat 6 bulan kemudian.
  2. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diajukan secara kolektif akan terbit paling lambat pada tanggal 10 Januari sebelum terbitnya SPPT Tahun Pajak berikutnya.

Setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pihak Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak harus memberikan keputusan paling lambat 4 bulan sejak surat permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diterima.Keputusan dari pihak Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak bisa berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, atau menolak permohonan dari pihak Wajib Pajak.Besaran pengurangan bergantung pada kondisi yang dihadapi pihak Wajib Pajak. Jika kondisinya karena penghasilan rendah maka keringanan pajak bisa saja mencapai 100% dari jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang.


You Might Also Like