Pencatatan keuangan menjadi suatu hal yang tidak boleh dikesampingkan. Hal ini dikarenakan perusahaan harus memahami pergerakan keuangannya agar tidak rugi. Hal ini sama dengan ketika seseorang memeriksa kesehatan, maka yang perlu diperiksa adalah tekanan darah, riwayat penyakit. Pencatatan keuangan perusahaan menjadi alat utama untuk menganalisa kesehatan keuangan perusahaan. Itulah mengapa semua pencatatan tersebut harus dibuat secara detail Kenapa? Karena jika suatu saat terjadi kesalahan atau masalah, catatan tersebut dapat membantu perusahaan untuk mencari akar masalahnya. Dengan demikian, perusahaan dapat merumuskan solusi yang tepat sesuai masalahnya. Pencatatan keuangan ini dibuat dalam jurnal atau pembukuan.
Dalam arus keuangan perusahaan, tentunya ada proses keluar masuk uang yang terjadi karena aktivitas penjualan dan pembelian yang dilakukan perusahaan. Sekecil apapun transaksi yang melibatkan keuangan perusahaan, harus dicatat. Oleh karena itu, pencatatan jurnalnya juga difokuskan atau dibedakan.
Untuk transaksi pembelian dicatat dalam jurnal pembelian, sementara untuk segala transaksi penjualan akan disendirikan dalam jurnal penjualan. Hal ini dibuat agar pencatatannya tidak tercampur dan mudah. Dalam artikel kali ini kita akan fokus membahas segala sesuatu mengenai jurnal penjualan dengan uang muka. Bagaimana penjelasannya? Mari kita uraikan!dan kronologis.
Pengertian Penjualan dengan Uang Muka
Untuk memahami penjualan dengan uang muka ini, kita dapat memeriksa beberapa realitas yang dekat dengan kita. Misalnya, ketika seorang penjual berhasil menjual mobil bekas secara tunai. Namun, pembeli tidak mau membayar terlebih dahulu. Pembeli baru bersedia membayarnya saat mobil tersebut tiba di rumah. Nah, untuk memberikan garansi, pihak perusahaan mobil bekas terlebih dahulu memberikan uang muka (DP) yang dibayarkan pembeli sebesar 30% dari total harga mobil. Setoran harus dicatat dalam akuntansi jurnal penjualan. Namun masalahnya, pembayaran uang tersebut belum menjadi milik perusahaan mobil bekas tersebut, karena perusahaan tersebut belum menjalankan kewajibannya dalam menyerahkan mobil tersebut kepada pembeli. Baru setelah proses selesai, uang muka bisa menjadi pendapatan perusahaan. Pembeli telah membayar harga barang dan perusahaan telah memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang kepada pembeli. Tetapi meskipun belum menjadi pendapatan, itu harus dicatat pada saat uang muka masuk ke perusahaan.
Pencatatan uang muka ini juga sebagai bukti administrasi dan dokumentasi bahwa pembeli telah melunasi titipan tersebut. Jadi perusahaan memiliki pembukuan sendiri. Sehingga harapannya tentu pembeli tidak ditagih dua kali dan perusahaan tidak gagal menagih pembeli.
Kerapian pembukuan keuangan dalam buku harian pembelian dan penjualan juga merupakan nilai tambah bagi perusahaan sebagai instansi yang profesional dan transparan. Selain itu, citra perusahaan yang profesional dan transparan dalam hal marketing juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Sehingga penjualan juga akan meningkat.
Nah selanjutnya bagaimana cara menuliskan penjualan dengan uang muka pada jurnal penjualan?
Sebelumnya, perlu disinggung sedikit bahwa ada dua situasi yang akan membedakan pencatatannya. Pembedanya nanti adalah diikutsertakannya pajak pertambahan nilai (PPn) atau tidak dalam pembayaran uang muka tersebut. Uang muka akan dikenakan PPn jika barang tersebut adalah barang kena pajak dan instansi atau perusahaan juga menjadi perusahaan wajib pajak. Namun jika barangnya bukan barang kena pajak, maka tidak perlu ditambahkan PPn. Berikut selengkapnya.
Penjualan Dengan Uang Muka Untuk Barang Tidak Kena Pajak/ Instansi Bukan Wajib Pajak
Contoh kasus:
Sebuah hotel menerima pemesanan ruang rapatnya untuk digunakan selama 7 hari oleh PT Sukabumi. Ruangan tersebut akan dipakai pada bulan Oktober 2020 mulai tanggal 1-7. PT Sukabumi membayar uang muka untuk memesan ruangan itu pada bulan Agustus 2020 sebesar 10.000.000 rupiah.
Jika PT Sukabumi melakukan pembayaran secara cash atau tunai, maka pencatatan di jurnal:
Jika pembayaran dilakukan melalui transfer bank:
Penjualan Dengan Uang Muka Untuk Barang Kena Pajak / Instansi Wajib Pajak (Ppn)
Untuk penjualan barang kena pajak, maka ada sedikit perbedaan dengan barang tidak kena pajak. Perbedaan itu ada pada dikenakan Pajak Pertambahan nilai (PPn) pada uang muka sebesar 10%.
Contoh kasus:
Sebuah perusahaan mesin foto copy berhasil menjual 100 buah mesin fotocopy kepada salah satu BUMN di Indonesia. mesin fotocopy tersebut nantinya akan didistribusikan ke seluruh kantor cabangnya di 34 provinsi pada awal tahun 2021. Sehingga saat ini BUMN tersebut masih melakukan pemesanan untuk produksi mesin fotocopy di awal tahun. Oleh karena itu perusahaan mesin foto copy menetapkan uang muka yang wajib dibayar oleh pembelinya sebesar 10% dari harga jual keseluruhan. Pada bulan November, perusahaan mesin foto copy menerima pembayaran sebesar 110 juta (sudah termasuk PPn 10%).
Contoh Tahapan Pencatatan Penjualan Dengan Uang Muka
Seperti diulas diatas bahwa penjualan dengan uang muka bisa dicatat dalam 3 tahapan. Yakni ketika perusahaan menerima uang muka penjualan, lalu ketika pengiriman dan ketika penjualan lunas setelah barang sampai ditangan pembeli.
Saat Penerimaan Uang Muka
Tanggal 10 Agustus 2020, Toko Grosir Sari Kembang menjual Beras sebanyak 100 karung dengan harga Rp. 20.000.000 kepada seorang agen sembako (diasumsikan harga sudah termasuk PPN). Berdasarkan kesepakatan, agen memberikan uang muka terlebih dulu sebesar Rp. 5.000.000, sisanya akan dibayar tanggal 10 September 2020.
Maka dalam jurnal ditulis sebagai berikut :
Itu untuk asumsi jika beras dikirimkan setelahnya. Jika agen membawa beras tersebut langsung di hari yang sama dengan transaksi, maka pencatatannya akan ditulis seperti ini
Saat Pelunasan pembayaran
Karena beras sudah dilunasi, maka harus dicatatkan pembayaran piutang dengan kas, sebesar piutang di awal. Jadi akun kas di debet dan sebaliknya akun piutang di kredit.
Maka dalam jurnal ditulis sebagai berikut :