Kita tentu sudah mengetahui tentang Pajak Penghasilan (PPh). Ini merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterimanya dalam satu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud sendiri merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh baik dari dalam atau luar negeri untuk konsumsi atau tambahan kekayaan.
Salah satu jenis PPh (Pajak Penghasilan) yang juga dikenal dalam perpajakan Indonesia adalah PPh Terutang. Hal ini merujuk pada pajak yang harus dibayarkan pada saat tertentu di dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun sesuai ketentuan undang-undang. PPh terutang ini sendiri dihitung dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang PPh terutang, berikut penjelasan tentang ketentuan, tarif, dan perhitungannya.
Ketentuan PPh Terutang
Jika dilihat dari pengertian di atas, PPh terutang (pajak terutang) seolah mirip dengan utang pajak. Padahal keduanya jelas berbeda. Hal tersebut bisa dilihat dari dasar hukum atau ketentuan yang menaunginya. Ketentuan akan PPh terutang, tertuang dalam undang-undang dan peraturan Dirjen Pajak sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007
Dasar hukum yang mengatur PPh Terutang yang pertama adalah UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Ketentuan PPh Terutang ini termuat dalam pasal 10 yang mendefinisikan pajak terutang yaitu pajak yang harus dibayar pada saat tertentu dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak.
Undang-undang KUP Pasal 1 Ayat 10
Hampir sama dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 10 yang dijelaskan di atas, ketentuan UU pada Pasal 1 Ayat 10 ini juga menjelaskan tentang deskripsi dari pajak terutang. Isinya menyatakan bahwa pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tubuh Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
UU Nomor 36 Tahun 2008
Undang-undang Nomor 38 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan peraturan baru pengganti UU Nomor 7 Tahun 1983. Pada Pasal 17 UU ini memuat tarif PPh baik orang pribadi atau badan. Berdasarkan UU ini pula bisa dihitung PPh terutang dari PKP.
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 4 Tahun 2009
Dalam peraturan Dirjen Pajak PER-4/PJ/2009 memang tidak secara khusus menyebut pajak penghasilan terutang. Namun, peraturan ini memberi penjelasan dan petunjuk dalam melakukan pencatatan pajak penghasilan, khususnya untuk Wajib Pajak Orang.
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 32 Tahun 2015
Dalam peraturan Dirjen Pajak berikutnya yaitu PER-32/PJ/2015 memang tidak secara langsung membahas pajak terutang tetapi peraturan ini masih memiliki kaitan dengan hal tersebut. Peraturan ini menjelaskan tentang tarif pajak penghasilan terutama untuk pribadi. Selain itu dibahas pula pembeda tarif yang dikenakan pada Wajib Pajak yang sudah memiliki NPWP dan yang belum.
Tarif PPh Terutang
Pertanyaan berikutnya adalah berapa tarif yang dibebankan untuk PPh terutang? Menurut UU No 36 Tahun 2008, penentuan tarif PPh Terutang ditentukan berdasarkan persentase dari jumlah Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh. Ketentuan tarif tersebut adalah sebagai berikut.
5% dari Penghasilan Kena Pajak untuk yang berpenghasilan hingga Rp 50.000.000 per tahun
15% dari Penghasilan Kena Pajak untuk yang berpenghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun
25% dari Penghasilan Kena Pajak untuk yang berpenghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun
30% dari Penghasilan Kena Pajak untuk yang berpenghasilan di atas Rp 500.000.000 per tahun
Berdasarkan ketentuan tarif di atas maka jelas bahwa sebelum menghitung PPh terutang harus diketahui jumlah Penghasilan Kena Pajak. Untuk hal ini maka perlu diingat pula peraturan Dirjen Pajak Nomor 16 Tahun 2016 yang menetapkan angka Rp 54.000.000 sebagai jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi. Ketentuan lainnya yaitu status menikah dengan tambahan Rp 4.500.000 bagi orang pribadi yang sudah menikah dan tambahan yang sama untuk setiap anak. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa peraturan tarif berlaku untuk yang sudah memiliki NPWP. Bagi wajib pajak yang tidak mempunyai NPWP maka harus membayar 20% lebih tinggi dari yang wajib dibayarkan.