Memahami Istilah Pungutan PPN dan Pemungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

memahami_istilah_pungutan_ppn_dan_pemungut_ppn__pajak_pertambahan_nilai.png

Pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi salah satu sendi utama dalam perolehan pajak negara untuk program pembangunan. Meski banyak jenis pajak lainnya yang juga berkontribusi besar, namun pajak pertambahan nilai ini menjadi yang paling familiar dan hampir melingkupi semua warga negara. Itu karena PPN dibebankan pada barang-barang konsumsi yang dibeli oleh masyarakat, terlepas dari usia atau tanggungan apapun. Beberapa tahun terakhir, belanja masyarakat mulai beralih ke digital dibanding konvensional, sementara sistem pemungutan PPN masih didasarkan pada barang konsumsi konvensional (non-digital). Keadaan ini membuat keadaan timpang antara pengusaha konvensional dengan digital. Tahun 2020, pemerintah meluncurkan aturan baru terkait pungutan PPN. Aturan baru itu juga mengatur pungutan pajak untuk barang konsumsi yang dijual dan dinikmati lewat digital.

Pengertian PPN dan Pemungut PPN 

PPN adalah pajak yang dibebankan kepada barang-barang kena pajak yang dibayarkan oleh konsumen/ pembeli sebesar 10% dari harga jual barang tersebut. Jadi semisal kita membeli laptop seharga 4.000.000 rupiah, kita akan dibebankan PPN laptop 10% dari harga jual itu. Sehingga kita harus membayar 4.400.000. Sementara pengertian pemungut PPN adalah pihak yang melakukan pungutan PPN. Pihak tersebut adalah instansi, lembaga ataupun perusahaan yang ditunjuk oleh dirjen pajak dan memiliki ketetapan hukum sebagai pemungut pajak. Pemungutan pajak ini semakin tahun semakin berkembang. Mulai dari metode yang semakin mudah dan efisien yang diberikan melalui pembayaran secara online, atau offline namun tempat pembayarannya tersebar banyak. Dan baru-baru ini pemerintah kembali melakukan terobosan baru untuk mengoptimalkan perolehan pajak dan kemudahan pembayaran pajak, yakni dengan meluaskan objek kena pajak dan instansi pemungut pajaknya. Apa itu? akan dibahas pada poin di bawah ini.

Pungutan PPN Digital 

Saat ini objek pajak yang dikenai pajak pertambahan nilai tidak hanya barang-barang konsumsi konvensional saja, namun juga mencakup produk dan jasa digital. Produk dan jasa digital itu maksudnya adalah barang-barang yang dibeli dan/ atau dinikmati melalui layanan elektronik (digital). Seperti misalnya kita berbelanja laptop melalui bukalapak. Layanan bukalapak ini masuk kategori layanan digital. Maka, belanja laptop ini akan otomatis dikenai PPN 10%.  Pungutan PPN digital bisa diartikan sebagai pajak yang dipungut melalui e-commerce yang menjual barang dan jasanya di Indonesia. Dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan), perusahaan sejenis ini dinamakan sebagai PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik). Lantas barang apa saja yang dikenai pajak pertambahan nilai melalui PMSE ini? Apakah produk UMKM yang dijual di e-commerce atau dibeli dan dinikmati melalui layanan digital juga akan dikenai pajak 10%?Jawabannya tidak. PPN digital ini ditujukan untuk barang-barang kena pajak dari luar Indonesia yang dijual dan dipasarkan di Indonesia. Barang kena pajak itu bisa berupa barang maupun jasa yang kemudian dibeli oleh orang Indonesia atau menggunakan laman beralamat domain di Indonesia. Sementara untuk produk-produk buatan dalam negeri, seperti produk UMKM, sekalipun dipasarkan melalui PMSE, tidak akan dikenai PPN digital. Kenapa demikian? Kita bahas di poin berikutnya.

Latar Belakang dan Tujuan Pungutan PPN Digital

Menurut PMK, kebijakan ini diambil untuk menciptakan keadilan, keseimbangan dan kesetaraan pelaku bisnis lokal dan luar negeri, juga antara pengusaha digital dan konvensional. Sebelumnya, pajak hanya dibebankan kepada produk-produk yang dibeli secara offline saja, sementara produk yang dijual saat ini trafiknya lebih tinggi melalui online. Sehingga, agar adil dan setara serta seimbang, baik perdagangan konvensional maupun digital, sama-sama dikenai pajak. Kebijakan pajak yang baru ini juga diambil berdasarkan pertimbangan untuk mengoptimalkan perolehan pajak negara. Terlebih di tahun 2020, ketika pandemi datang, APBN negara banyak tersedot untuk program bertahan di masa pandemi, sementara ekonomi lesu dan pendapatan pajak banyak berkurang. Di situasi pandemi ini, trafik perdagangan digital justru meningkat dibanding konvensional. Oleh karena itu, pemerintah butuh mengoptimalkan pendapatan negara lewat perdagangan melalui saluran elektronik ini.

Siapa Saja yang Bisa Menjadi Pemungut PPN Digital?

Untuk menegakkan aturan yang telah ditetapkan jadi Undang-Undang ini, menteri keuangan melalui dirjen pajak membuat aturan-aturan turunan untuk melaksanakan program pemungutan PPN digital. Produk yang dikenai pajak melalui PMSE juga akan dipungut pajaknya melalui layanan digital. Dirjen pajak mengumumkan bahwa pemungutan PPN digital ini bisa dilakukan oleh perusahaan e-commerce yang sudah ditunjuk oleh pemerintah. Beberapa perusahaan yang sudah memenuhi persyaratan, akan diberikan surat putusan yang menyatakan mereka bisa memungut PPN dari produk yang dijualnya kepada konsumen di Indonesia. Lalu kewajiban pemungutan pajak itu akan berlaku terhitung satu bulan setelah perusahaan menerima surat keputusan dari dirjen pajak. Berdasarkan pengumuman yang diberikan oleh dirjen pajak, setidaknya sudah ada 46 perusahaan e-commerce yang sudah ditunjuk sebagai perusahaan pemungut pajak pertambahan nilai digital. Perusahaan itu kebanyakan adalah perusahaan e-commerce dari luar negeri yang menjual produk barang dan jasanya ke konsumen di Indonesia, dan juga ada perusahaan-perusahaan lokal Indonesia yang sudah memenuhi persyaratan. Seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Lazada, Zalora, Spotify dsb. Lantas apa persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui dirjen pajak? Berikut ulasannya :Perusahaan yang memiliki trafik pengguna pada batas minimal tertentu. Paling sedikitnya 1000 pengguna aktif dalam satu bulan, dan 12.000 pengguna aktif jika dihitung selama 12 bulan atau 1 tahun. Sehingga jika perusahaan belum mencapai batas minimal trafik pengguna, perusahaan tersebut tidak bisa ditunjuk sebagai pemungut PPN digital. Namun, jika ada perusahaan yang sudah melebihi batas minimal trafik pengguna dan belum ditunjuk sebagai pemungut PPN, perusahaan boleh mengajukan diri. Perusahaan sudah mencapai batas minimal penjualan sebesar 600 juta dalam 12 bulan, atau jika dihitung satuan bulan, minimal arus transaksinya 50 juta per bulan. Kedua syarat perusahaan pemungut PPN itu berstatus dan/atau. Jadi jika salah satu syarat sudah terpenuhi, perusahaan bisa menjadi pemungut pajak.

Mekanisme Pungutan dan Pembayaran PPN Digital

Mekanisme pungutannya, yaitu perusahaan yang ditunjuk, akan memungut pajak secara langsung kepada konsumen ketika transaksi pembelian barang-barang kena pajak PPN digital. Pembayaran pajak itu akan dibebankan pada saat transaksi pembayaran barang dan dibuatkan invoice tersendiri yang menyatakan adanya PPN 10% atas barang tersebut. Perusahaan pemungut PPN akan membayarkan PPN kepada rekening kas negara setiap akhir bulan masa jatuh tempo pajak. Lalu perusahaan membuat laporan pemungutan dan pembayaran PPN kepada dirjen pajak secara elektronik yakni melalui aplikasi khusus yang disiapkan dirjen pajak. Pelaporan PPN dilakukan setiap tiga bulan.


You Might Also Like