banner iklan

Pahami Cost of Collection (Biaya Pengumpulan) dalam Pajak

pahami_cost_of_collection__biaya_pengumpulan__dalam_pajak

Bagi banyak orang, perpajakan memang tak dapat dipungkiri merupakan salah satu hal yang sulit untuk dipahami. Tidak hanya perbendaharaan kata yang tak jarang sulit untuk dipahami oleh orang awam tetapi juga banyaknya peraturan yang juga perlu diketahui dan diingat karena saling berhubungan. Kali ini, kita akan membahas tentang apa itu Cost of Collection atau yang disebut juga Biaya Pengumpulan dalam perpajakan.

Apa Itu Cost of Collection?

Di dalam perpajakan, ada dua jenis biaya yang dikenal dan perlu diketahui, yaitu Cost of Compliance atau Biaya Kepatuhan dan Cost of Collection atau Biaya Pengumpulan seperti yang akan dibahas lebih lanjut disini. Perbedaan dari kedua jenis biaya ini adalah Cost of Compliance (Biaya Kepatuhan) akan muncul dari wajib pajak atau subjek yang diharuskan membayar pajak. Singkatnya, biaya ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Yang termasuk dalam Cost of Compliance (Biaya Kepatuhan) adalah biaya untuk menyetor, melapor, menyimpan arsip pajak, biaya gaji staf pajak atau honor konsultan pajak.Sedangkan untuk Cost of Collection (Biaya Pengumpulan) muncul dari sisi fiskus. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fiskus adalah pegawai atau pejabat pemerintah yang bertugas untuk mengurus dan menarik pajak. Mungkin yang lebih sering kita dengar untuk menggantikan kata fiskus adalah petugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini dikarenakan berdasarkan undang-undang yang berlaku Pasal 380 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015, petugas DJP merupakan pihak yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan dan menjalankan pemungutan pajak.Yang termasuk dalam Cost of Collection (Biaya Pemungutan) adalah biaya yang berkaitan dengan Account Representative (AR), biaya pemeriksaan, biaya menyelesaikan sengketa pajak, dan lainnya. Untuk lebih mudahnya, Cost of Collection merupakan sejumlah biaya yang dihabiskan atau dikeluarkan oleh petugas perpajakan untuk mengumpulkan pajak. Agar dapat memahaminya dengan lebih mudah, biasanya menggunakan perbandingan antara biaya yang digunakan administrator atau petugas perpajakan dibandingkan dengan jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan secara keseluruhan.Hanya untuk sebagai gambaran agar mudah memahami apa yang dimaksud dengan Cost of Collection (Biaya Pemungutan) dalam perpajakan, di tahun 2012, anggaran DJP untuk Cost of Collection (Biaya Pemungutan) hanya sejumlah Rp 5 triliun jika dibandingkan dengan jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan di tahun yang sama secara keseluruhan mencapai Rp 880 triliun. Artinya, Cost of Collection yang DJP keluarkan hanya sebesar 0.5%, dimana di negara lain mencapai 3% dari total pajak yang berhasil dikumpulkan secara keseluruhan.Informasi ini disampaikan oleh Dirjen Pajak Fuad Rahmany yang dipaparkan pada saat pengarahan mental pegawai di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Barat dan Jambi pada September 2012. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya pengumpulan pajak DJP terhitung sedikit meskipun sebagian masyarakat banyak yang menganggap bahwa gaji pegawai pajak sudah terbilang tinggi. Pun angka budget Rp 5 triliun untuk Cost of Collection (Biaya Pemungutan) justru turun jika dibandingkan dengan di tahun 2009, dimana total penerimaan pajak secara keseluruhan sebesar Rp 577 triliun dan Cost of Collection yang dikeluarkan sebesar Rp 5,3 triliun sehingga hanya 0,6% dari penerimaan pajak. Jika dapat disimpulkan dan disederhanakan, Cost of Collection (Biaya Pemungutan) oleh petugas perpajakan yang dimaksud disini merupakan besaran jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah kepada petugas pemungut pajak.Melansir langsung dari laman website Kementerian Keuangan tentang Postur Anggaran APBN 2018, total penerimaan pajak keseluruhan di tahun 2018 berdasarkan data yang tertera adalah sebesar Rp 1.618,1 triliun dimana total pendapatan negara adalah sebesar Rp 1.894,7 triliun. Namun sayangnya, tidak ditemukan seberapa besar Cost of Collection yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pada tahun 2018 maupun 2019. Jika menilik dari pemaparan jumlah penerimaan pajak secara keseluruhan di tahun 2012, penurunan Cost of Collection (Biaya Pemungutan) bisa diartikan sebagai indikator dari beberapa hal, yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak atau bisa juga dikarenakan pemberlakuan penghematan biaya oleh Direktorat Jenderal Pajak.Hal ini berarti naik turunnya biaya pemungutan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah bergantung kepada pendapatan masyarakat, terutama seberapa besar tingkatan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk melakukan kewajibannya kepada negara. Poin-poin ini pun selaras dengan yang disampaikan pada laman klikpajak tentang alasan mengapa jumlah penerimaan pajak menurun. Setidaknya ada tiga penyebab turunnya penerimaan pajak di Indonesia, yaitu:

  1. Underground Economy

Yang dimaksud dengan Underground Economy adalah aktivitas ekonomi legal maupun ilegal yang disembunyikan oleh Wajib Pajak dari otoritas resmi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pembayaran pajak, menghindari birokrasi pemerintah, pemanfaatan kualitas institusi politik, dan aturan hukum yang lemah.Adapun kegiatan ekonomi yang termasuk ke dalam Underground Economy dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu:

  • The Illegal Economy: Aktivitas ekonomi yang tidak sah yang bertentangan dengan peraturan. Contohnya: Jual-beli barang hasil curian (penadahan), pembajakan, penyelundupan, perjudian, dan transaksi obat terlarang.
  • The Unreported Economy: Pendapatan yang tidak dilaporkan dengan maksud menghindari kewajiban membayar pajak.
  • The Unrecorded Economy: Pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah namun tidak tercatat yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi dengan yang sesungguhnya.
  • The Informal Economy: Pendapatan yang diperoleh secara informal. Hal ini kemungkinan karena para pelaku ekonomi pada sektor informal tidak memiliki izin resmi, perjanjian kerja ataupun kredit keuangan dari pihak yang berwenang.
  1. Penggelapan Pajak

Untuk istilah yang satu ini mungkin sudah bukan hal yang baru di telinga. Penggelapan pajak merupakan tindak pidana rekayasa subyek dan obyek pajak yang bertujuan untuk memperoleh penghematan pajak. Biasanya Wajib Pajak yang melakukan tindak penggelapan pajak akan menyembunyikan asal-usul ‘kejahatan’ yang dilakukan salah satunya dengan melakukan tindak pencucian uang untuk meminimalisir risiko terdeteksi.

  1. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak yang Rendah

Yang terakhir, seperti yang sudah dibahas sebelumnya di atas, tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih tergolong rendah jika menilik dari perbedaan pada jumlah target penerimaan dan realisasi penerimaan pajak.

Apa Hubungannya Penyebab Penurunan Pajak dengan Cost of Collection?

Jika menilik kembali dari pernyataan Dirjen Pajak Fuad Rahmany di tahun 2012 tentang kecilnya Cost of Collection Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain, semakin sulit tingkat pemungutan pajak yang harus dilakukan tentunya akan semakin membutuhkan biaya yang tidak sedikit yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk memastikan setiap Wajib Pajak melakukan kewajibannya tanpa terkecuali, terutama mereka yang melakukan tindakan ilegal untuk menghindari membayar pajak. Karena tentunya untuk menyelesaikan hal-hal rumit yang memerlukan banyak usaha, waktu, dan tenaga akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit pula.


You Might Also Like