Pengertian dan Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif

Untuk mendukung siklus perusahaan, diperlukan pengelolaan yang tepat dengan melakukan koreksi fiskal. Dengan penerapan koreksi fiskal maka perusahaan mampu mengelola keuangan yang melibatkan banyak transaksi pihak dalam maupun luar seperti dirjen pajak. Dalam artikel ini, koreksi fiskal akan dibahas secara rinci mulai dari pengertian, penyebab, tujuan, hingga perbedaan antara koreksi fiskal positif dan negatif. 

Pengertian Koreksi Fiskal

Secara garis besar koreksi fiskal didefinisikan sebagai pembetulan keuangan perusahaan yang nantinya akan dilaporkan ke Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak atau pihak lainnya. Koreksi fiskal akan dilakukan apabila laporan yang telah dibuat tidak mengikuti standar yang berlaku, memiliki format yang tidak sesuai, atau memiliki kesalahan dalam pencatatannya. Koreksi fiskal juga diartikan sebagai penyesuaian draft laporan keuangan wajib pajak dengan standar yang sudah ditentukan sebelum dilaporkan. Kegiatan koreksi fiskal sangat erat kaitannya dengan akuntansi perpajakan karena koreksi ini muncul apabila terdapat kesalahan dalam pengelolaan akuntansi komersial penghasilan dengan pajak yang dimiliki perusahaan.  Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000, terdapat perbedaan perlakuan dalam menentukan pendapatan dan biaya sehingga perlu dilakukannya rekonsiliasi atau pencocokan antara laporan komersial dan laporan fiskal keuangan sekaligus menentukan dampaknya pada besarnya pajak dan laba usaha. Maka dari itu koreksi fiskal dapat terjadi bila terdapat dua perbedaan yaitu perbedaan waktu dan perbedaan tetap.

  1. Beda Waktu (Time Difference)

dalam konteks beda waktu, biasanya perusahaan terlambat dalam mengklaim atau memasukkan penghasilan di cash basis pada periode lama atau penghasilan lebih dari satu tahun lalu. Penyebab perbedaan ini tentu bermacam-macam tak terkecuali lambatnya penagihan piutang perusahaan atau karena laba yang menyusut. Selain itu, kemungkinan adanya perbedaan metode penyusutan juga menjadi dasar terjadinya Beda Waktu. Misalnya, ketika Dirjen Pajak menggunakan metode garis lurus untuk setiap penyusutan sedangkan perusahaan menggunakan metode lain, maka perbedaan alokasi beban penyusutan bisa terjadi. 

  1. Beda Tetap (Permanent Difference)

beda tetap adalah perbedaan yang terjadi karena terdapat transaksi yang tidak sesuai dengan standar wajib pajak. Salah satu contoh yang sesuai adalah penghasilan dari sumbangan. Ketika penghasilan jenis ini juga dicatat dalam draft, maka akan terdapat perbedaan dalam pajak yang mana koreksi fiskal harus dilakukan. Bagi Dirjen Pajak, beberapa jenis pendapatan tidak dapat dikenai pajak karena sudah dikenai pajak bersifat final. Namun, untuk penghasilan sewa, perpindahan harta, hingga bunga deposito, walaupun termasuk transaksi beda tetap, pajak dari penghasilan tersebut harus tetap dibayarkan. 

Tujuan Koreksi Fiskal

Berdasarkan ulasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa alasan mengapa koreksi fiskal harus dilakukan oleh perusahaan. Di antaranya adalah mengurangi kesalahan dan memenuhi draft laporan:

  1. Mengurangi Kesalahan 

Memastikan tidak adanya kesalahan dalam laporan pajak adalah hal penting yang harus diperhatikan perusahaan. Koreksi fiskal adalah cara yang paling tepat sebelum laporan diserahkan ke Dirjen Pajak. Kegiatan yang dilakukan selama koreksi fiskal berlangsung tidak lain adalah membaca kembali sekaligus memperbaiki kesalahan yang ada di draft pajak perusahaan sehingga kesalahan penghitungan yang bersifat merugikan secara materiil dapat dihindari. 

  1. Memenuhi Standar Draft Laporan

Kegunaan kedua dari koreksi fiskal adalah untuk memenuhi standar laporan yang dibuat Dirjen Pajak. Regulasi dalam pembuatan draft laporan harus dipatuhi dan diikuti perusahaan sehingga koreksi fiskal harus dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam draft laporan dan bisa dilaporkan sesuai ketentuan. Mengingat teknologi yang semakin maju, kini perusahaan tak perlu bingung dalam mengurangi kesalahan dalam draft laporan. Perusahaan bisa menggunakan software bisnis terintegrasi untuk mengurangi kesalahan pencatatan manual, menghemat waktu dan membuat sumber daya lain teralokasi secara efisien serta produktif. 

Jenis dan Perbedaan Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal secara rinci dibagi menjadi dua jenis yaitu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif. Perbedaan ini dijelaskan dalam UU No.36 PPh Koreksi Fiskal sebagaimana berikut ini, 

  1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi fiskal yang dilakukan untuk menambah laba penghasilan kena pajak atau yang juga disebut dengan PhKP (Laba Komersial). Dengan kata lain, koreksi ini akan menambah pendapatan yang tertuang dalam draft laporan. Selain itu, koreksi jenis ini juga bisa mengeluarkan biaya yang sepatutnya diakui. Alasan dilakukannya koreksi fiskal positif adalah keberadaan dana cadangan, jumlah lebih dari wajar yang diterima karena adanya hubungan antara pekerjaan, penyusutan komersial diketahui lebih besar dibandingkan dengan penyusutan fiskal, hingga adanya sanksi administrasi. Selain alasan tersebut, kondisi lain juga dapat menyebabkan koreksi fiskal positif seperti harta hibah, sumbangan, dan bantuan. Yang perlu digaris bawahi adalah, apapun jenis pendapatannya pasti akan dikenai wajib pajak. 

  1. Koreksi Fiskal Negatif

Berbanding terbalik dengan Koreksi Fiskal Positif, koreksi fiskal negatif dilakukan untuk mengurangi laba komersial atau PhKP. Koreksi ini dilakukan bila laba lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan fiskal. Bahkan, koreksi fiskal negatif juga akan dilakukan apabila biaya fiskal lebih besar dibandingkan biaya komersial. Maka dari itu, koreksi fiskal negatif akan mengurangi pendapatan komersial perusahaan. Koreksi fiskal negatif dilakukan apabila selisih amortisasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal. Selain itu, apabila terdapat penghasilan yang dikenai pajak final namun masih dalam peredaran usaha maka koreksi fiskal negatif harus dilakukan. 

Tahapan Koreksi Fiskal

Mengingat manfaat dari koreksi fiskal yang penting, tahapan-tahapan dalam melakukannya juga harus dipertimbangkan perusahaan. Berikut ini adalah langkah-langkah umum koreksi fiskal secara runtut agar tidak terjadi kesalahan:

  1. Menentukan jenis koreksi yang harus dilakukan apakah koreksi fiskal positif atau negatif. Tentu hal ini dapat diketahui apabila laba komersial dan pendapatan fiskal telah dianalisa dengan baik. 
  2. Menganalisa elemen apa yang harus diubah atau diperbaiki sehingga dampaknya terhadap laba kena pajak dapat diketahui. 
  3. Mulai mengerjakan koreksi dengan terus memantau angka-angka yang dicatat dalam koreksi fiskal positif atau koreksi fiskal negatif. 
  4. Langkah terakhir adalah mulai membuat laporan keuangan yang sudah dikoreksi secara baik yang kemudian dilampirkan dalam SPT Tahun dengan format yang sesuai ketentuan. 

Koreksi fiskal dapat dikatakan sebagai elemen yang sangat penting untuk menyesuaikan akun atau elemen keuangan perusahaan dan menganalisis dampaknya pada laba usaha kena pajak. Secara garis besar, perbedaan biasanya terjadi karena terdapat perbedaan waktu dan perbedaan tetap yang mana koreksi fiskal positif atau koreksi fiskal negatif harus dilakukan. Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu ya!


You Might Also Like