Pengertian dan Perbedaan PPH, PPN, PPNBM, dan PBB untuk Pajak Suatu Perusahaan

pengertian_dan_perbedaan_pph__ppn__ppnbm_dan_pbb_1

Anda yang memiliki perusahaan atau anda yang bekerja di perusahaan dan bertugas di bagian administrasi tentu sudah tak asing dengan proses perpajakan. Pajak yang menjadi kewajiban bagi setiap Wajib Pajak baik perorangan maupun badan ini juga seringkali membingungkan. Apalagi tentang ketentuan dalam pembayarannya yang dianggap rumit.Terkait perusahaan, beberapa jenis pajak yang dikenai adalah PPh, PPN, PPNBM, dan PBB. Meskipun keempatnya jelas berbeda, tetapi masih banyak yang keliru dalam membedakannya. Apakah anda menjadi salah satu yang masih belum paham akan perbedaannya tersebut?Agar tidak lagi bingung, berikut penjelasan akan pengertian, perbedaan, dan contoh dari masing-masingnya.

  1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun pajak. Cakupan PPh meliputi setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima baik berasal baik dari Indonesia maupun dari luar negeri yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan bentuk apapun.PPn dikenakan langsung kepada pihak atau dalam hal ini perusahaan yang memiliki penghasilan.  Tarif potongannya berbeda-beda sesuai jenis PPhnya. Beberapa jenis PPh yang dikenakan pada perusahaan adalah sebagai berikut.

  • Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

PPh 21 adalah pajak yang dikenakan bagi pekerja atas gaji, upah, honor, tunjangan dan pembayaran lainnya.  Biasanya PPh 21 ini dibayarkan oleh perusahaan dengan langsung memotong penghasilan karyawannya. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk memberikan Bukti Potong PPh 21 kepada karyawannya.

  • Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22)

PPh 22 dikenakan kepada perusahaan tertentu baik milik pemerintah atau swasta yang bergerak di bidang ekspor, impor, atau re-impor atas penjualan barang-barang yang tergolong mewah. PPh 22 sendiri terbilang lebih rumit dibanding PPh lain karena hanya dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan bagi penjual maupun pembeli, sehingga dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.Ketentuan akan barang impor-ekspor yang terkena PPh 22 ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No.34 Tahun 2017. Besarannya juga beragam dari yang tertinggi 10% hingga yang terkecil sebesar 0,5%.

  • Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)

PPh 23 dipotong oleh pemungut pajak dari wajib pajak atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh 21. Biasanya PPh 23 dikenakan saat adanya transaksi antara dua pihak. Contoh penghasilan yang dikenakan PPh 23 ini adalah dividen (pembagian keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21.

  • Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)

PPh 25 merupakan angsuran pajak yang berasal dari jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan PPh yang dikurangi PPh dipotong, serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan. Artinya, perhitungan PPh 24 dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam bentuk SPT Tahunan. Bagi perusahaan, penghasilan tersebut hanya bisa dibuat setelah adanya laporan keuangan yang dilaporkan dalam tutup buku tahunan.

  • Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

PPh 26 dikenakan untuk transaksi pembayaran gaji, bunga, dividen, royalti, dan sejenisnya kepada wajib pajak luar negeri. Aturan di Indonesia, pajak yang harus dipotong dari wajib pajak luar negeri adalah senilai 20%, namun jika mengikuti Penghindaran Pajak berganda maka tarifnya dapat berubah.

  • Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29)

PPh 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPH, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi kredit PPh.

  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (wilayah Indonesia). Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kecuali ditentukan oleh Undang-Undang PPN. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sendiri dikenakan untuk semua Wajib Pajak baik orang pribadi, perusahaan, maupun pemerintah.Dalam PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pihak yang menanggung pajak adalah konsumen akhir. Contohnya dalam barang di supermarket, maka akan tercantum PPN dalam rincian pembayarannya. Tarifnya sendiri adalah sebesar 10%. Contoh lain dari barang dan jasa yang dikenakan PPN adalah barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, makanan dan minuman yang disajikan di restoran, kebutuhan pokok masyarakat, uang, emas, dan surat berharga. Maka jika perusahaan memproduksi barang-barang tersebut, harus mengenakan PPN yang nantinya ditanggung konsumen.

  1. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Selain PPN (Pajak Pertambahan Nilai), konsumsi Barang Kena Pajak tertentu yang tergolong mewah akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

  • Barang yang bukan barang kebutuhan pokok
  • Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
  • Umumnya barang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
  • Barang dikonsumsi untuk menunjukkan status
  • Bila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat

Penerapan tarif PPnBM ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 8, tarif PPnBM ditetapkan serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 200% . Sedangkan untuk ekspor barang mewah akan dikenakan tarif PPnBM 0%. Perhitungan pajaknya adalah dengan mengalikan persentase tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak yaitu harga barang sebelum dikenai pajak.

  1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Sebagaimana yang dimuat dalam UU Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan bagi orang pribadi atau perusahaan/badan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun hampir semua realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Artinya, perusahaan yang menempati bangunan atau membuka proses usaha di suatu lahan wajib membayar PBB.Sebagai contoh adalah perusahaan tambang, maka mereka harus melaporkan status IUP (Izin Usaha Pertambangan) perusahan melalui SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB) setiap tahunnya. SPOP pertambangan dengan IUP yang belum beroperasi diisi dengan IUP eksplorasi atau eksplorasi perpanjangan tahap ke sekian disesuaikan dengan status IUP yang diperoleh oleh perusahaan tersebut. Dari status IUp tersebut baru akan ditentukan tarif PBB yang harus dibayarkan.Tarif PBB berdasarkan UU No.12 Tahun 1994 adalah sebesar 0,5%, sedangkan menurut UU No 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0,3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.Itulah pengertian sekaligus penjelasan dari masing-masing jenis pajak untuk suatu perusahaan. Keempatnya jelas berbeda dari peruntukan dan fungsinya. Besarannya juga tentu berbeda sehingga perlu perhatian khusus bagi perusahaan agar tidak keliru memahaminya.


You Might Also Like