Kita tentu sudah mengenal istilah laba. Istilah ini biasa digunakan untuk menunjukkan keuntungan yang diperoleh oleh suatu badan usaha atas bisnis yang dijalankannya. Namun, ada juga istilah Laba Ditahan. Bagi pengusaha atau mereka yang bekerja di perusahaan mungkin istilah ini sudah tak asing lagi. Biasanya istilah laba ditahan digunakan untuk laba yang tidak dibagi.
Pengertian Laba Ditahan
Laba Ditahan (Retained Earnings) merupakan istilah untuk laba yang tidak dibagi, maksudnya adalah sebagian atau keseluruhan laba yang diperoleh perusahaan yang tidak dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Dividen sendiri adalah pembagian pada pemegang saham perusahaan yang sejajar dengan jumlah saham yang dimiliki.
Jumlah laba yang tidak dibagi merupakan keputusan bersama dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Biasanya laba ditahan ini akan digunakan oleh perusahaan sebagai investasi atau cadangan biaya, tambahan modal agar kegiatan operasional perusahaan terjamin keberlangsungannya, biaya untuk mengembangkan perusahaan di masa depan, atau bisa juga untuk membayar utang perusahaan.
Seiring waktu dengan melihat perkembangan ekonomi dunia, telah diberlakukan adanya batasan pada laba ditahan. Batasan tersebut meliputi batas hukum (berdasarkan hukum yang berlaku), batas kontraktual (batasan jumlah laba ditahan yang dicadangkan untuk kebutuhan mendatang), dan batas voluntary. Pembatasan laba ditahan ini dimaksudkan untuk menjaga agar saldo yang dibagi tidak semuanya beralih sebagai dividen. Pembatasan laba ditahan ini bisa dilakukan dengan dua metode, yaitu :
Membuat jurnal yang berfungsi mencatat batasan laba ditahan. Nantinya, jumlah laba ditahan memiliki dua rekening yaitu rekening laba ditahan bebas dan dana ditahan yang dibatasi.
Tidak membuat jurnal dari pembatasan laba ditahan.
Pembatasan laba ditahan ini sendiri setidaknya memiliki tiga sebab diberlakukannya, yaitu :
Memenuhi perjanjian utang jangka panjang
Sebagai perencanaan keuangan (investasi pabrik, modal kerja, pembelian mesin)
Cadangan kerugian/ketidakpastian di masa depan
Faktor Yang Mempengaruhi Laba Ditahan
Adanya laba ditahan tentunya karena ada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:
Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan periode
Penyesuaian dari periode yang lalu (prior-period adjustments/catch up adjustment), yaitu memberlakukan jumlah rupiah yang mempengaruhi operasi pada periode masa lalu yang diketahui pada periode sekarang sebagai penyesuaian laba ditahan awal periode sekarang
Pengaruh perubahan akuntansi (accounting changes) yang terdiri atas 3 macam yaitu perubahan prinsip/metode akuntansi, perubahan taksiran akuntansi, dan perubahan kesatuan/subjek pelaporan.
Kuasai reorganisasi, yaitu mekanisme untuk menghilangkan defisit dan menjadikan perubahan seakan-akan baru berdiri dengan modal yuridis baru.
Besaran laba ditahan sendiri akan dipengaruhi oleh banyak sebab. Beberapa yang sering dijumpai adalah karena perubahan pajak perusahaan, perubahan strategi bisnis, perubahan harga pokok penjualan, perubahan penerimaan bersih, perubahan jumlah uang yang akan dibayar pada investor dalam bentuk dividen, serta perubahan biaya administrasi.
Metode Perhitungan Laba Ditahan
Laba ditahan ibarat akun tetap yang ada dalam neraca keuangan perusahaan yang diberi nama Modal Pemegang Saham. Metode perhitungannya memiliki beberapa cara tergantung informasi apa yang bisa didapat. Berikut metode perhitungan laba ditahan tersebut:
Mengumpulkan Data dari Laporan Keuangan Perusahaan
Keberadaan dokumentasi keuangan adalah modal penting dalam mengetahui jumlah laba ditahan, laba bersih, dan dividen yang sudah dibayar. Jika dokumentasi riwayat keuangan ini sudah diperoleh, kalian bisa menghitung laba ditahan dengan rumus :
Laba ditahan = Laba bersih – dividen yang dibayar
Selanjutnya untuk menghitung laba bersih kumulatif, tambahkan angka laba ditahan hasil perhitungan rumus diatas dengan saldo laba yang ditahan yang sudah ada.
Menghitung Laba Kotor
Menghitung laba kotor dipakai ketika kalian tidak mempunyai informasi tentang laba bersih. Laba kotor merupakan angka yang dihasilkan dari perhitungan pengurangan uang hasil penjualan dengan harga pokok penjualan.
Contohnya adalah perusahaan A mendapat angka penjualan 200 juta rupiah tetapi harus mengeluarkan 100 juta rupiah untuk keperluan produksi. Artinya laba kotor dalam periode tersebut adalah Rp 200.000.000 – Rp 100.000.000 = Rp 100.000.000. Selanjutnya adalah dengan menghitung Laba Operasi.
Menghitung Laba Operasi
Laba operasi adalah cerminan dari laba perusahaan setelah membayar biaya penjualan dan operasional seperti upah. Menghitung laba operasi ini dengan mengurangi laba kotor dengan biaya operasional perusahaan (bukan termasuk harga pokok penjualan).
Sebagai contoh dari hasil poin 2, perusahaan A menghasilkan laba kotor Rp 100.000.000 dan harus membayar biaya-biaya administrasi sebesar Rp 20.000.000, maka Laba Operasi perusahaan adalah Rp 100.000.000 – Rp 20.000.000 = Rp 80.000.000. Setelah mendapatkan nilai ini, dilanjutkan dengan perhitungan Laba Bersih sebelum pajak.
Menghitung Laba Bersih Sebelum Pajak
Laba bersih sebelum pajak dihitung dengan mengurangi laba operasi dengan bunga, depresiasi, dan amortisasi. Depresiasi dan amortisasi sendiri adalah penyusutan nilai aktiva (berwujud dan tidak berwujud) selama masa ekonomisnya. Dua hal ini dicatat sebagai biaya dalam laporan rugi laba. Misalkan perusahaan membeli alat seharga Rp 100.000.000 dengan masa ekonomis 10 tahun, maka akan ada biaya depresiasi sebesar Rp 10.000.000/tahun (asumsi nilai terdepresiasinya merata).
Melanjutkan dari poin 3, Laba operasi perusahaan adalah Rp 80.000.000. Jika perusahaan membayar bunga sebesar Rp 2.000.000 dan biaya depresiasi sebesar Rp 10.000.000, maka laba bersih sebelum pajak perusahaan adalah Rp 80.000.000 - Rp 2.000.000 - Rp 10.000.000 = Rp 68.000.000. Langkah berikutnya adalah menghitung laba bersih setelah pajak.
Menghitung Laba Bersih Setelah Pajak
Langkah selanjutnya adalah menghitung laba bersih setelah pajak. Perhitungan pertama adalah dengan mengalikan tarif pajak perusahaan dengan laba bersih sebelum pajak. Lalu, untuk menghitung laba bersih setelah pajak yaitu mengurangi angka hasil perkalian ini dari angka laba bersih sebelum pajak.
Misalkan tarif pajak adalah 10%, maka biaya pajak yang harus dibayar adalah sebesar 10% x Rp 68.000.000 = Rp 6.800.000.
Lalu, kurangkan dengan laba bersih sebelum pajak. Maka hasilnya adalah Rp 68.000.000 – Rp 6.800.000 = Rp 61.200.000.
Mengurangi Dengan Jumlah Dividen yang Telah Dibayar
Setelah didapat laba bersih setelah pajak, perhitungan terakhir adalah menguranginya dengan dividen yang sudah dibayarkan. Contoh, perusahaan membayar dividen kepada investor sebesar Rp 6.200.000 pada periode bersangkutan, maka laba ditahan untuk periode tersebut adalah Rp 61.200.000 – Rp 6.200.000 = Rp 55.000.000.
Menghitung Saldo Akhir dari Akun Laba Ditahan
Seperti yang sudah diungkap sebelumnya, laba ditahan adalah akun kumulatif sejak berdirinya perusahaan sampai saat ini. Maka untuk mengetahui besarnya laba ditahan keseluruhan tersebut adalah dengan menambahkan laba ditahan dari periode berjalan dengan saldo akhir laba ditahan pada periode pembukaan yang lalu.