Perbedaan Penghasilan Neto dan Penghasilan Bruto serta Cara Penulisannya dalam Akuntansi

perbedaan_penghasilan_netto_dan_penghasilan_bruto_serta_cara_penulisannya_dalam_akuntansi

Bagi masyarakat awam, penghasilan adalah semua jumlah uang yang diterima atas upah pekerjaan. Namun di dalam dunia akuntansi tepatnya pajak, penghasilan harus digolongkan dalam dua jenis, yaitu penghasilan neto dan penghasilan bruto. Layaknya berat yang secara umum dikenal, makna neto dan bruto dalam penghasilan juga sama. Neto menunjukkan nilai bersih, sedangkan bruto menunjukkan nilai kotor. Namun pertanyaannya adalah kapan penghasilan masih dalam bentuk bruto dan kapan menjadi neto? Bagaimana pula cara penulisannya dalam akuntansi? Menjawab hal ini, berikut pemaparannya.

Pengertian Penghasilan Neto dan Penghasilan Bruto

Perbedaan penghasilan neto dan penghasilan bruto akan mudah diketahui setelah memahami pengertian masing-masingnya. Penghasilan neto adalah penghasilan yang terkena wajib pajak atau menjadi dasar dari perhitungan pajak penghasilan. Oleh karena itu, penghasilan neto juga sering disebut penghasilan kena pajak. Sedangkan penghasilan bruto adalah  jumlah seluruh penghasilan yang diterima oleh wajib pajak sehubungan dengan pekerjaannya selama tahun pajak yang bersangkutan. Seperti namanya, penghasilan bruto berarti penghasilan kotor lantaran di dalamnya masih terkandung biaya-biaya lain.Berdasarkan pengertian di atas, maka diketahui bahwa penghasilan neto didapat dengan mengurangi penghasilan bruto dengan beberapa biaya. Untuk wajib pajak orang pribadi, maka biaya-biaya pengurang itu adalah seperti uang pensiun, tunjangan hari tua, biaya jabatan, uang lembur, bonus, serta tunjangan dan honorarium lain. Namun bagi perusahaan, biaya-biaya yang dimaksud adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

  • Biaya yang langsung atau tidak langsung berkaitan dengan usaha, seperti biaya pembelian bahan, biaya upah, gaji, honor, bonus, gratifikasi, dan tunjangan dalam bentuk bunga, biaya sewa, biaya perjalanan, premi asuransi, promosi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
  • Penyusutan atas pengeluaran untuk mendapat harta berwujud.
  • Iuran dana pensiun yang pendiriannya sudah disahkan menteri keuangan.
  • Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
  • Kerugian selisih kurs mata uang asing.
  • Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
  • Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
  • Piutang yang nyata tidak bisa ditagih dengan syarat sudah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi.
  • Sumbangan dalam penanggulangan bencana nasional.
  • Sumbangan untuk penelitian dan pengembangan di Indonesia.
  • Biaya pembangunan infrastruktur sosial sesuai peraturan pemerintah.
  • Sumbangan fasilitas pendidikan sesuai peraturan pemerintah.
  • Sumbangan pembinaan olahraga sesuai peraturan pemerintah.

Bagaimana jika perusahaan justru mendapati kerugian setelah penghasilan brutonya dikurangi biaya-biaya di atas? Jika demikian, maka kerugian akan dikompensasi dengan penghasilan tahun pajak berikutnya berturut-turut hingga lima tahun.

Perbedaan Penghasilan Neto dan Penghasilan Bruto

Berdasarkan penjelasan akan pengertiannya, jelas bahwa penghasilan neto dan penghasilan bruto memiliki perbedaan mendasar. Penghasilan neto dalam masyarakat sering disebut sebagai penghasilan pokok atau penghasilan bersih. Sedangkan penghasilan bruto bisa dianggap sebagai penghasilan kotor atau sebelum dipotong sana-sini. Hal ini artinya, secara nominal maka penghasilan bruto pasti lebih besar dibandingkan dengan penghasilan neto. Lantas apa fungsinya mengetahui perbedaan penghasilan neto dan penghasilan bruto ini? Penggolongan penghasilan neto dan bruto diperlukan dalam perhitungan pajak. Nilai penghasilan yang akan dipotong bagi wajib pajak adalah penghasilan neto. Oleh karena itu, penting bagi setiap wajib pajak, baik perorangan atau perusahaan mengetahui hal ini agar tidak terjadi kekeliruan. 

Penghitungan Penghasilan Neto dari Penghasilan Bruto

Dalam perhitungan pajak perusahaan, terdapat norma penghitungan penghasilan neto. Norma ini sesuai dengan ketentuan Pasal 14 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh. Berdasarkan ketentuan tersebut, norma penghitungan penghasilan neto terbagi dalam dua jenis yang dilihat dari penghasilan brutonya.

  1. Penghasilan Bruto di Bawah Rp50 Miliar

Terdapat dua kategori untuk menghitung tarif pajak dengan penghasilan bruto sampai dengan Rp50 Miliar, yaitu untuk penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 Miliar serta Rp4,8 miliar sampai 50 Miliar.

  • Rumus tarif pajak penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 Miliar = 50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak.
  • Rumus tarif pajak penghasilan bruto lebih dari Rp4,8 Miliar sampai Rp50 Miliar = [(50% x 25%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + (25% x Penghasilan Kena Pajak yang Tidak Memperoleh Fasilitas). 

Rumus ini juga bisa disederhanakan dengan (0,25 – (0,6 Miliar / Penghasilan Kotor)) x Penghasilan kena Pajak

  1. Penghasilan Bruto di Atas Rp50 Miliar

Pajak penghasilan perusahaan dengan penghasilan bruto di atas Rp50 Miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum. Artinya, besaran PPh badan tetap adalah 25% dari penghasilan kena pajak.

Cara Penulisan Penghasilan Neto dan Bruto dalam Akuntansi

Definisi pencatatan dalam UU KUP pasal 28 yaitu kegiatan mengumpulkan data yang dilakukan secara teratur mengenai penghasilan bruto sebagai dasar menghitung pajak terutang. Lantas seperti apa penulisan penghasilan neto dan bruto dalam penentuan pajak perusahaan ini?Contoh kasus berikut bisa menjadi rujukan bagaimana cara penulisan penghasilan neto dan bruto dalam penentuan pajak perusahaan.Pada tahun 2010, PT.X Memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp3 Miliar. Maka untuk menentukan besaran pajak penghasilan PT.X adalah sebagai berikut.Rumus tarif pajak penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 Miliar = 50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak = 50% x 25% x 3 Miliar = Rp 375 jutaDiketahui bahwa pada periode tahun sebelumnya, PT.X sudah menyetor PPh karyawan ke kas negara sebesar Rp 50 Juta dan Pajak PPh pasal 23 sebesar Rp25 Juta. Maka Pajak Penghasilan terutang PT.X adalah sebagai berikut.Rp 375 juta – Rp 50 juta – Rp 25 juta = Rp 300 jutaPajak senilai Rp 300 juta tersebut bisa dicicil oleh perusahaan ke kas negara atas Penghasilan Badan Usaha di tahun 2009. Secara administrasi, penulisan perhitungan ini bisa menggunakan tabel sebagai berikut:

NoKeteranganJumlah
1Penghasilan Bruto3.000.000.000
2Kredit PPh 2150.000.000
3Kredit PPh 2325.000.000
4Pajak Penghasilan Badan 375.000.000
5Pajak Penghasilan Terutang 300.000.000

Contoh di atas adalah ilustrasi sederhana dari cara penulisan dalam akuntansi. Tentunya dalam perhitungan pajak perusahaan, prosesnya lebih detail karena melibatkan banyak laporan keuangan. Oleh karena itulah diperlukan aplikasi khusus akuntansi untuk bisa membantu proses pembekuan ini. Seperti apa yang disediakan oleh Ukirama ERP, aplikasi akuntansi ini tidak hanya menjamin ketepatan penghitungan pajak perusahaan tetapi juga keefektifan proses. Melalui aplikasi Ukirama ERP juga, Anda bisa membuat perencanaan pembayaran pajak yang lebih akurat.


You Might Also Like