Tantangan yang Dihadapi Saat Pengiriman Produk Makanan dan Cara Mengatasinya

tantangan_yang_dihadapi_saat_pengiriman_produk_makanan_dan_cara_mengatasinya

Permintaan konsumen terhadap barang atau jasa saat ini memang tak menentu. Terjadi fluktuasi yang tak bisa ditebak kapan berakhirnya. Setiap pelanggan tentunya menginginkan produk makanan yang fresh, baru, dan terlihat lebih baik. Sebaliknya, ini menjadi tantangan besar untuk perusahaan agar mampu memenuhi ekspektasi pelanggannya. Apalagi, bila produk yang mereka jual merupakan produk yang harus dipesan terlebih dahulu. Tentunya, ini memberikan beberapa tantangan khususnya dalam pengiriman produk makanan. Dalam artikel berikut ini, terdapat 5 tantangan yang mungkin dihadapi sekaligus cara mengatasinya. Yuk disimak!

Ketidaksesuaian Kuantitas (Food Loss)

Pembelian atau pengiriman produk makanan (food shipping) tantangannya berupa kuantitas. Tantangan ini biasanya dihadapi oleh perusahaan yang memesan produk dalam jumlah besar sekaligus. Walau jarang terjadi, tak sedikit perusahaan yang menemukan perbedaan jumlah produk saat tiba di gudang mereka. Faktor penyebabnya bisa saja karena kapasitas penyimpanan serta  kapasitas pengiriman produk yang minim. Apalagi, perusahaan tak bisa mengecek langsung jumlah produk makanan yang dikirim apakah sesuai dengan jumlah pesanan mereka. Hal ini juga berlaku untuk pemesanan produk makanan dalam jumlah kecil secara online. Memastikan bahwa produk sampai dengan kuantitas sesuai pesanan adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi. Salah satu solusinya adalah dengan memilih jasa ekspedisi pengiriman terpercaya atau membuat perjanjian kompensasi bila jumlah barang ternyata kurang dari jumlah pesanan. Atau, melakukan packing barang dengan baik untuk mencegah produk tercecer saat proses transit.

Kontaminasi Makanan (Food Contamination)

Pengiriman produk makanan tentu berisiko dalam hal kualitas utamanya tantangan atau risiko kontaminasi. Baik dari sisi pengirim, perusahaan logistik, dan penerima produk makanan harus menghadapi tantangan ini bila seandainya produk terkontaminasi saat pengiriman berlangsung. Peluang kontaminasi dalam cakupan luas dan berbahaya seperti virus, vegetal infestations, dan reaksi kimia cukup tinggi. Apalagi, ketika proses pengiriman produk melebihi ekspektasi waktu sampai maka kemungkinan produk terkontaminasi jadi lebih tinggi karena bakteri patogen. Untuk mencegah hal tersebut, pihak pengirim dan perusahaan logistik harus memikirkan fasilitas tambahan yang diperlukan untuk mencegah kontaminasi. Misalnya, dengan menggunakan pendingin, packing dengan lapisan khusus, atau memastikan proses pengiriman yang tepat waktu. Pihak pengirim juga harus memikirkan untuk memilih jasa pengiriman yang lebih baik walau lebih mahal setidaknya produk makanan sampai dengan kualitas yang sama.

Safety Gap

Tantangan pengiriman produk makanan selanjutnya adalah safety gap atau kesenjangan keamanan. Globalisasi secara tidak langsung telah membentuk celah keamanan yang berbeda utamanya dalam rantai pasokan. Walau teknologi telah dibuat dan terus dimodifikasi untuk mengurangi celah keamanan tersebut, namun implementasinya juga masih belum merata.Proses pengiriman makanan tak selamanya aman. Hal ini sebenarnya juga berlaku untuk proses pengiriman barang utamanya elektronik. Terdapat banyak sekali celah keamanan sehingga beberapa produk yang dikirim mengalami kerusakan, perbedaan, atau scam. Itu mengapa, supply chain memerlukan waktu untuk mengimplementasikan teknologi sehingga produk-produk yang dikirim salah satunya produk makanan tetap aman.Pada kenyataannya, ketika Anda memilih untuk mengirim barang melalui jasa logistik, maka risiko dan tantangan sudah bermunculan. Anda tidak bisa menghindari risiko yang mungkin terjadi pada produk makanan yang sedang Anda kirim atau pesan.Hanya saja, Anda bisa mengalihkan risiko tersebut ke pihak ketiga dengan mengasuransikan produk makanan yang sedang dikirim. Saat ini, sudah banyak jasa ekspedisi logistik yang menawarkan hal serupa selain menawarkan packing pelindung tambahan.

Delay Pengiriman

Terlambatnya pengiriman sebuah produk makanan bisa menjadi masalah besar. Selain berisiko membuat makanan terkontaminasi, pengiriman yang terlambat bisa membuat perusahaan pengirim membayar denda, jasa logistik menurun citranya, dan konsumen mengalami kerugian material bila ternyata produk makanan tersebut diperlukan sesegera mungkin. Misalnya, penerima produk makanan adalah reseller yang mendapat pesanan untuk produk makanan beku empat hari lagi. Ketika produk makanan di pesan, estimasi sampai adalah 2 hari, namun ternyata produk makanan baru tiba satu minggu kemudian. Itu adalah tantangan dan risiko yang bisa saja dihadapi. Apalagi, bila produk makanan yang dipesan adalah produk dengan permintaan seasonal. Bila telah terjadi, maka perusahaan mau tak mau meminta ganti rugi dan menurunkan harga produk sehingga tetap laku di pasaran. Maka dari itu, ada beberapa solusi yang bisa dipikirkan dari tiga perspektif berbeda, perusahaan pengirim, jasa logistik, dan penerima atau pemesan produk. Perusahaan pengirim harus mempercepat proses pengiriman dari packing, proses dealing, dan lain-lain. Sehingga, ketika menerima pesanan, hari itu juga produk bisa langsung dikirim.Dari perspektif jasa logistik, mereka harus menyertakan rentang estimasi dan mencari alternatif berupa rute yang lebih cepat. Sedangkan pada sisi pembuat pesanan atau penerima, bila pesanan oleh pelanggan diterima mendadak tanpa perencanaan maka negosiasi kelonggaran waktu harus dilakukan. Namun, apabila telah direncanakan, pemesanan produk makanan jauh-jauh hari tentu lebih baik.

Gagal Dalam Mengestimasi Warehouse

Satu area yang juga sebenarnya berpengaruh dan menjadi tantangan untuk setiap pengiriman produk makanan adalah gagalnya mengontrol dan mengatur inventory di gudang.Untuk mengatur cost dan menjaga kualitas serta kepercayaan pelanggan Anda harus benar-benar mengatur inventori dengan baik. Setidaknya, Anda tahu kapan barang akan habis, kapan barang tersebut harus dipesan kembali, hingga kapan biasanya barang mengalami shortage production.Produk makanan yang siklusnya lebih cepat dari produk barang karena habis pakai harus benar-benar diperhatikan persediaannya di gudang. Ini merupakan tantangan bila Anda melakukan pengiriman produk makanan dari pihak ketiga yaitu Jasa Logistik. Jangan sampai gudang kosong karena Anda memesan maupun mengirim produk barang di waktu yang salah.Contoh sederhananya adalah hari pengiriman. Bila Anda memesan di hari Jumat, maka jasa logistik baru akan mengirim produk tersebut di hari Senin. Dari contoh di atas, salah hitung dan tracking inventori bisa menyebabkan kekurangan persediaan selama tiga hari dan gagal memenuhi permintaan pelanggan.Berbeda bila Anda langsung mengambil produk makanan di supplier, tentu tak harus repot-repot memperkirakan inventori karena ketika persediaan habis saat itu juga Anda bisa langsung membelinya di supplier. Sedangkan, bila memesan dan harus menunggu kiriman produk makanan datang, maka hal itu tak bisa dilakukan.Solusinya jelas, Anda harus mampu mengontrol dan melacak siklus inventori. Menentukan produk mana yang laku dan cepat habis, siapa supplier nya, berapa lama estimasi barang sampai dan lain-lain. Berikan tanggung jawab ini pada satu divisi misalnya Divisi Logistik atau Divisi Warehouse.Semoga artikel ini bermanfaat ya!


You Might Also Like