Definisi Dan Perbedaan Metode Fifo, Lifo, Dan Average Dalam Akuntansi Persediaan Stok

definisi_dan_perbedaan_metode_fifo__lifo__average_dalam_akuntansi_persediaan_stok

Ketakutan terbesar seorang pengusaha adalah mengalami kebangkrutan. Ada banyak faktor yang membuat bisnis perusahaan itu menjadi gulung tikar. Salah satunya adalah pengaturan persediaan stok barang yang tidak optimal.Dalam situasi sektor bisnis mengalami kendala karena pandemi Covid-19 seperti saat ini, peran akuntansi persediaan stok sangat penting. Hal tersebut dikarenakan perusahaan cenderung sulit menjual produknya secara optimal.Kesulitan perusahaan dalam memasarkan produk ke pasaran membuat stok produk yang dimiliki oleh perusahaan melimpah. Akhirnya perusahaan terpaksa untuk menjual rugi produknya, atau bahkan membuang produknya bila produk yang dijual adalah barang kadaluarsa.Pada kondisi krisis seperti ini, peran pencatatan persediaan stok produk sangat penting agar bisa membuat perencanaan yang tepat terutama dalam proses produksi dan manajemen stok kedepannya.Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu mengenal apa itu persediaan terlebih dahulu. Persediaan yaitu semua barang yang dimiliki perusahaan dengan tujuan dijual kembali atau menjadi bahan baku dan operasional perusahaan.Untuk menghitung persediaan barang, didalam ilmu akuntansi terdapat beberapa metode yang bisa digunakan yaitu FIFO (First in First Out), LIFO (Last in First Out), dan Average. Penentuan metode persediaan ini penting karena akan ada biaya (cost) disetiap persediaan barang. Sangat penting bagi para pengusaha untuk mempelajari metode ini.

Metode FIFO (First In First Out)

Metode ini berprinsip bahwa pada saat Anda pertama kali membeli barang atau produk maka harga pokok barang itu akan menjadi barang pertama yang akan Anda jual lagi. Begitu juga dengan barang terakhir yang Anda beli maka memiliki harga pokok pembelian terakhir. Karenanya, pencatatan waktu masuknya barang sangat penting karena menentukan barang mana yang perlu keluar gudang terlebih dahulu.Metode ini juga akan berpengaruh pada penetapan harga jual suatu produk. Penentuan harga barang yang dijual pertama mengikuti penentuan harga pokok pembelian barang yang pertama. Begitu juga dengan penentuan harga barang yang dijual terakhir mengikuti harga pokok pembelian barang yang terakhir.Misalnya sebagai pengusaha distributor produk tas. Anda melakukan stok produk dari supplier sebanyak 100 buah dengan harga per item nya seharga Rp 200,000. Kemudian, Anda melakukan pembelian kedua sebanyak 150 buah dengan harga per itemnya seharga Rp 250,000.Saat menentukan harga penjualan produk, Anda menetapkan harga per barangnya senilai Rp 220,000 untuk 100 tas yang Anda beli pertama. Kemudian 150 tas yang dibeli dengan harga Rp 250.000 harus Anda jual dengan harga Rp 270,000. Anda tidak bisa menyamakan harga jual produk karena bisa berakibat kerugian karena harga jual terlalu rendah, atau barang terlalu mahal di pasaran.Kelebihan dari metode FIFO yaitu mudah untuk mengontrol atau menentukan nilai harga suatu barang karena disajikan secara berurutan di laporan keuangan. Selain itu, metode ini juga mampu menghasilkan laba yang lebih besar. Metode FIFO juga memiliki kekurangan dimana nilai pembayaran pajak ke pemerintah menjadi lebih besar.

Metode LIFO (Last In First Out)

Berkebalikan dengan metode FIFO, metode LIFO ini memiliki arti yaitu masuk terakhir keluar pertama. Metode ini beranggapan bahwa pada saat Anda membeli barang pertama, maka akan menjadi persediaan barang yang dijual disaat akhir. Begitu juga sebaliknya yaitu saat Anda membeli barang di akhir, maka barang itu akan menjadi persediaan barang yang dijual pertama.Untuk menggunakan metode LIFO, pencatatan waktu masuk-keluarnya barang sangat penting. Anda harus memperhatikan barang-barang mana yang terakhir kali masuk, karena barang tersebut harus menjadi barang yang pertama kali keluar.Metode ini berpengaruh juga pada penetapan harga produk. Penentuan harga barang yang dijual pertama mengikuti penentuan harga pokok pembelian barang yang terakhir. Begitu juga dengan penentuan harga barang yang dijual terakhir mengikuti harga pokok pembelian barang yang pertama.Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu aliran harga jual persediaan barang merupakan kebalikan dari urutan pembelian persediaan barang. Penetapan harganya sesuai dengan metode FIFO. Harga jual barang harus mengikuti harga produksi produk pada waktu masuk stok barang.Kelebihan dari metode LIFO yaitu mudah mengontrol dan membandingkan biaya yang keluar dengan pendapatan yang diperoleh, menghemat pajak, dan apabila harga naik maka harga barang masih bisa kompetitif.Sedangkan kekurangan metode LIFO, biaya pembukuan menjadi lebih mahal karena lebih rumit dan laba yang diperoleh lebih sedikit. Metode LIFO juga tidak cocok untuk barang-barang dengan masa kadaluarsa yang pendek, karena barang yang pertama kali masuk stok akan menjadi rusak & tidak bisa dilempar ke pasaran.

Metode Average

Cara kerja dari metode ini yaitu dengan membagi antara biaya barang yang tersedia untuk dijual dengan jumlah barang yang tersedia. Perhitungan ini melahirkan harga rata-rata suatu barang.Metode ini menjadi perpaduan antara metode LIFO dan FIFO dan menjadi titik tengah dalam menentukan laba yang diperoleh dari harga jual dan harga beli barang. Berbeda dengan penetapan harga pada metode LIFO dan FIFO yang memungkinkan harga barang pada gelompang persediaan pertama dan gelombang persediaan kedua yang berbeda, pada metode average harga barang akan selalu sama karena diambil nilai rata-ratanya.Sehingga, pada metode ini Anda tidak perlu lagi menghitung lebih detail mengenai biaya pembelian barang pertama dengan biaya pembelian barang selanjutnya. Anda hanya perlu menjumlahkan harga barang dari pertama hingga terakhir dan kemudian membaginya dengan jumlah barang yang anda miliki.Sebagai ilustrasi digambarkan pada kasus usaha distribusi tas. Pengusaha melakukan stok dari supplier dengan detail sebagai berikut:

Waktu Masuk BarangJumlah Barang MasukHarga Supplier (Satuan)
1 April 2020100Rp 200,000
1 Mei 2020150Rp 250,000
1 Juni 2020250Rp 300,000

Dari data diatas, maka pada bulan Juli Anda memiliki 500 barang siap jual. Untuk menentukan harga jualnya, Anda perlu menghitung total biaya yang Anda keluarkan untuk produksi terlebih dahulu. Kemudian anda mencari rata-rata harga jual barang. Gambarannya sebagai berikut:

Waktu Masuk BarangJumlah Barang MasukHarga Supplier (Satuan)Total Biaya Beli (Dari Suplier)
Stok pertama100Rp 200,000Rp 20,000,000
Stok kedua150Rp 250,000Rp 37,500,000
Stok ketiga250Rp 300,000Rp 75,000,000
Total Stok500Total Biaya BeliRp 132.500.000

Untuk menetapkan harga jual, anda perlu menghitung terlebih dahulu rata-rata biaya produksinya dengan membagi total biaya beli dengan jumlah barang: Rp 132.500.000/500 = Rp 265.000. Bila anda ingin mengambil keuntungan sebesar Rp 50,000/pcs maka harga jual produk anda adalah: Rp 265.000 + Rp 50,000= Rp 315.000/pcs.


You Might Also Like