Ketahui Pengertian, Perbedaan, dan Prosedur Penagihan Pajak Aktif dan Pasif

ketahui_pengertian_perbedaan_dan_prosedur_penagihan_pajak_aktif_dan_pasif

Dunia perpajakan memang tidak ada habisnya untuk dipelajari apalagi bagi orang awam yang sering sekali kesulitan dalam memahami peraturan yang ada. Selain itu juga banyak orang yang menemukan bahwa bahasa yang digunakan dalam dunia perpajakan sangat sulit untuk dipahami dan dicerna. Jadi jangan heran kalau masih banyak orang yang kesulitan untuk menguasainya.Pada artikel kali ini kita akan membahas tentang pengertian dan perbedaan dari prosedur penagihan pajak aktif dan pasif. Memahami prosedur penagihan pajak sangat penting bagi setiap orang bahkan yang tidak menjalankan bisnis sekalipun karena setiap warga negara yang telah bekerja merupakan seorang wajib pajak. Jika kita tidak memahami prosedur penagihan pajak, mungkin akan ada beberapa konsekuensi yang harus ditanggung mulai dari yang ringan bahkan hingga penyitaan harta yang dimiliki. Jadi memahami tentang prosedur penagihan pajak bertujuan untuk mengantisipasi risiko yang timbul nantinya.Pajak yang ditagih oleh pemerintah digunakan untuk berbagai keperluan dalam melakukan berbagai macam pembangunan sarana dan prasarana, seperti memfasilitasi tempat wisata, pendidikan, infrastruktur, sosial dan lain-lain. Tentunya untuk memiliki sarana dan prasarana yang ada seperti saat ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena pajak merupakan sumber dana utama untuk pembangunan negara, fungsinya diatur secara mendetail dalam regulasi yang ada. Apabila pajak yang ditagihkan terhambat dalam proses pelunasannya oleh wajib pajak atau penanggung pajak maka hal ini kemungkinan akan berdampak pada rencana pembangunan sosial yang telah dibuat.

Apa itu Penagihan Pajak?

Sebelum membahas tentang penagihan pajak aktif dan pasif, ada baiknya kita memahami penagihan pajak dari dasar agar Anda dapat memiliki fondasi pengetahuan dasar yang baik. Kegiatan penagihan pajak tercantum pada UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan Juru Sita Pajak Negara (JSPN) agar penanggung pajak atau wajib pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak yang ditanggungnya dengan cara diberikan teguran atau peringatan, melakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan, melakukan penyanderaan, dan menjual aset serta harta benda yang telah disita.

3 Jenis Prosedur Penagihan Pajak Serta Konsekuensinya

Terdapat 3 jenis penagihan pajak yang harus Anda ketahui beserta konsekuensinya agar Anda dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

  1. Penagihan Pajak Pasif

Langkah pertama yang dilakukan biasanya adalah penagihan pajak secara pasif. Pada tahap awal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengeluarkan Surat Tagihan Pajak atau yang biasa juga dikenal dengan STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Keberatan, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) serta Putusan Banding yang pada akhirnya membuat jumlah utang yang harus dibayarkan oleh penunggak pajak menjadi semakin besar. Prosedur penagihan pajak menggunakan surat-surat inilah yang disebut dengan Penagihan Pajak Pasif. Pada tahap ini, fiskus atau lembaga yang memiliki otoritas untuk melakukan penagihan hanya sekedar memberikan informasi kepada wajib pajak atau penanggung pajak atas utang pajak yang harus segera dibayarkan dalam jangka waktu yang diberikan, yaitu satu bulan setelah terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenisnya. Ketika penunggak pajak melewati batas waktu pembayaran yang telah diberikan, maka fiskus atau lembaga yang memiliki otoritas akan melakukan penagihan pajak aktif.Prosedur ini tercantum pada Pasal 9 ayat (3) UU KUP yang mengatur tentang Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal surat diterbitkan.Selain itu, pada Pasal 9 ayat (3) UU KUP ini juga mengatur tentang penanggung pajak usaha kecil dan berlokasi di daerah tertentu, bisa mendapatkan perpanjangan jangka waktu pelunasan dari satu bulan menjadi paling lama dua bulan berdasarkan ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK).Secara sederhana, penagihan pajak pasif berarti otoritas pajak menerbitkan surat teguran atau surat peringatan kepada penunggak pajak agar segera melunasi utang pajaknya. Surat teguran ini biasanya akan diberikan secara langsung oleh oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) meskipun dalam ketentuannya surat tersebut bisa dikirimkan kepada penunggak pajak melalui Pos atau jasa ekspedisi. Surat teguran tersebut biasanya akan diterbitkan setelah tujuh hari lewat dari jangka waktu pembayaran yang telah ditetapkan.Satu hal yang perlu diingat bahwa surat teguran ini tidak akan diterbitkan bagi penunggak pajak yang telah disetujui untuk melakukan angsuran atau menunda pembayaran pajak tertagih sebelum jatuh tempo. Oleh karenanya, jika ingin melakukan angsuran tunggakan pajak sangat disarankan untuk langsung melakukan pengajuan setelah menerima surat tagihan pajak jika memang belum memiliki dana untuk melunasinya.

  1. Penagihan Pajak Aktif

Setelah surat teguran diterbitkan, prosedur selanjutnya yang akan dijalankan adalah penerbitan surat paksa dan penagihan aktif. Surat Paksa merupakan surat perintah bagi penunggak pajak untuk segera membayar utang pajaknya beserta biaya penagihan pajak. Berbeda dengan surat teguran, surat paksa ini memiliki otoritas yang lebih kuat dimana penunggak pajak harus melakukan pelunasan utang pajaknya dalam jangka waktu 2x24 jam sejak diterimanya surat paksa. Surat Paksa diatur dalam Pasal 12 PMK No. 24//PMK.03/2008 dimana pasal tersebut mengatur tentang apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penunggak pajak setelah lewat dari 21 hari sejak surat teguran diterbitkan, surat paksa akan diterbitkan oleh otoritas pajak dan akan diberikan secara langsung oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) kepada penunggak pajak.

  1. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Tidak ada jatuh tempo untuk melunasi pajak tertunggak yang diberikan pada penagihan seketika dan sekaligus. Tujuan dari dilakukannya penagihan seketika dan sekaligus adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak bisa ditagih.Sebelum penyitaan dilakukan, surat paksa akan terbit dimana jika penunggak pajak tidak melunasinya dalam waktu 2x24 jam setelah surat paksa diterima maka otoritas pajak akan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.Selanjutnya, apabila setelah melewati waktu 14 hari sejak harta penunggak pajak disita oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) dan penunggak pajak belum juga melunasi utang pajak serta biaya penagihan pajaknya, otoritas pajak akan mengumumkan lelang atas harta yang disita.Tahap terakhir, apabila setelah pengumuman lelang telah dikeluarkan dan penunggak pajak belum melunasi pajak terutang maka pejabat akan melakukan penjualan atas barang-barang yang disita melalui kantor lelang negara. Proses pelelangan aset ini pun turut diatur dalam PMK No. 24//PMK.02/2008. Adapun tindakan lainnya yang dapat dilakukan oleh pemerinta bagi wajib pajak yang tidak patuh dan tidak memiliki itikad baik terhadap otoritas pajak maka pemerintah dapat mengeluarkan larangan sementara kepada tertanggung pajak untuk dapat keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tindakan ini disebut tindakan Pencegahan.Selain itu, ada juga tindakan Penyanderaan dimana otoritas pajak mengeluarkan perintah pengekangan sementara atas waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan penanggung pajak di tempat tertentu. Tindakan pencegahan dan penyanderaan ini hanya dapat dilakukan kepada penanggung pajak yang memiliki utang pajak setidaknya sebesar Rp 100 juta serta diragukannya itikad baik penanggung pajak dalam melunasi utang pajaknya.


You Might Also Like