Contoh dan Cara Pencatatan Amortisasi Pada Aset Tak Berwujud Perusahaan

contoh_dan_cara_pencatan_amortisasi_pada_aset_tak_berwujud_perusahaan.png

Aset, atau dalam akuntansi disebut sebagai aktiva tetap merupakan hal yang pasti dimiliki oleh perusahaan. Secara garis besar, aset bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu aset berwujud dan aset tidak berwujud. Selain tanah, nilai aktiva tetap senantiasa mengalami penurunan nilai seiring berjalanya waktu. Penurunan nilai tersebut disebut sebagai penyusutan pada aktiva tetap berwujud, dan amortisasi pada aktiva tidak tetap.

Amortisasi dan Aset Tetap Tak Berwujud

Amortisasi (amortize) merupakan berkurang atau menurunya nilai aktiva tetap tidak berwujud secara bertahap dalam jangka waktu tertentu di dalam suatu periode akuntansi. Karenanya, amortisasi berhubungan erat dengan aktiva tetap tak berwujud suatu perusahaan. Yang dimaksud aset tak berwujud adalah aset tetap yang tidak memiliki bentuk fisik dan sudah dimiliki perusahaan lebih dari satu tahun. Misalnya adalah seperti hak-hak yang dimiliki perusahaan. Aset tak berwujud dianggap memiliki nilai karena diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada perusahaan. 

Jenis-Jenis Aset Tetap Tak Berwujud dan Perlakuannya

Aset tetap tak berwujud bisa berupa aset yang terkait dengan pemasaran, pelanggan, artistik, kontrak, maupun teknologi. Beberapa jenis aktiva yang digolongkan sebagai aktiva tetap tak berwujud diantaranya adalah:

  1. Hak paten

Yaitu hak istimewa yang diberikan pemerintah kepada perseorangan atau perusahaan tertentu untuk memanfaatkan suatu penemuan melalui direktorat paten. Hak paten biasanya diberikan maksimal selama 17 tahun, dan dapat dipindah tangankan kepada pihak lain. Hak paten diamortisasi selama periode tertentu, dan bisa dihitung atas dasar unit produk yang dibuat. Pada penulisan jurnalnya, akun amortisasi paten akan didebitkan. Sedangkan akun paten dikreditkan.

  1. Hak cipta

Hak cipta, atau lebih dikenal sebagai copyright merupakan hak tunggal yang diberikan kepada perseorangan ataupun badan untuk menjual atau memperbanyak suatu karya maupun barang baik yang berasal dari hasil seni ataupun karya intelektual. Hak cipta bisa didapatkan dengan cara riset, dan dapat dijual. Jangka waktu kepemilikan adalah 28 tahun dan masih bisa diperpanjang selama 28 tahun lagi. Copyright yang didapat dari ciptaan sendiri biasanya memiliki nilai yang tidak terlalu tinggi, sehingga dapat dibebankan pada periode akuntansi tersebut. Sedangkan copyright yang didapatkan dengan cara membeli nilainya akan cenderung besar, sehingga perlu dikapitalisasi dan diamortisasikan. 

  1. Merek Dagang

Merek dagang (trademark) merupakan hak tunggal yang dimiliki perseorangan atau suatu perusahaan untuk menggunakan brand, lambang, logo usaha atas suatu produk maupun jasa. Pembukuan nilai merek dagang sangat berpengaruh dengan nilainya. Bila nilainya terlalu besar, maka perlu dilakukan kapitalisasi dan amortisasi. Namun, pada beberapa kasus tidak dilakukan amortisasi karena umurnya yang tidak terbatas. Namun bila nilainya relatif kecil, maka perusahaan bisa menjadikannya sebagai beban pada periode yang sama. 

  1. Franchise

Franchise merupakan hak yang dimiliki sebuah perusahaan atas perusahaan lain untuk mengkomersialisasikan proses, teknik, ataupun produk tertentu. Franchise biasanya diberikan dalam jangka waktu tertentu, dan biasanya dibarengi dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak. Karena sifatnya tersebut, amortisasi dilakukan setiap tahunya. 

  1. Leasehold

Leasehold yaitu hak atas penggunaan suatu aktiva yang terikat dalam perjanjian sewa. Biaya sewa yang dibayarkan di setiap periode harus dibebankan pada periode setiap pembayaranya. Sedangkan biaya sewa yang dibayar dimuka dapat dicatat sebagai pendapatan sewa dibayar dimuka ataupun sebagai aktiva tetap tak berwujud jika jangka sewanya relatif lama. Perhitungan nilai amortisasi leasehold bisa ditulis dengan dua cara, yaitu garis lurus dan nilai tunai. Untuk pencatatan jurnalnya adalah dengan mendebitkan akun biaya sewa, dan mengkreditkan akun leasehold. Apabila terjadi perbaikan selama masa sewa, maka biaya yang dikeluarkan oleh penyewa dicatat pada akun “perbaikan aktiva yang disewa”. Biaya tersebut kemudian diamortisasi sesuai jangka waktu sewa atau umur perbaikan aktiva (tergantung mana yang lebih pendek). Sedangkan apabila perbaikan dilakukan setelah masa sewa berakhir, maka perbaikan menjadi milik pemberi sewa (pemilik aktiva). Aset, atau dalam akuntansi disebut sebagai aktiva tetap merupakan hal yang pasti dimiliki oleh perusahaan. Secara garis besar, aset bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu aset berwujud dan aset tidak berwujud. Selain tanah, nilai aktiva tetap senantiasa mengalami penurunan nilai seiring berjalanya waktu. Penurunan nilai tersebut disebut sebagai penyusutan pada aktiva tetap berwujud, dan amortisasi pada aktiva tidak tetap.

Amortisasi dan Aset Tetap Tak Berwujud

Amortisasi (amortize) merupakan berkurang atau menurunya nilai aktiva tetap tidak berwujud secara bertahap dalam jangka waktu tertentu di dalam suatu periode akuntansi. Karenanya, amortisasi berhubungan erat dengan aktiva tetap tak berwujud suatu perusahaan. Yang dimaksud aset tak berwujud adalah aset tetap yang tidak memiliki bentuk fisik dan sudah dimiliki perusahaan lebih dari satu tahun. Misalnya adalah seperti hak-hak yang dimiliki perusahaan. Aset tak berwujud dianggap memiliki nilai karena diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada perusahaan. 

Jenis-Jenis Aset Tetap Tak Berwujud dan Perlakuannya

Aset tetap tak berwujud bisa berupa aset yang terkait dengan pemasaran, pelanggan, artistik, kontrak, maupun teknologi. Beberapa jenis aktiva yang digolongkan sebagai aktiva tetap tak berwujud diantaranya adalah:

  1. Hak paten

Yaitu hak istimewa yang diberikan pemerintah kepada perseorangan atau perusahaan tertentu untuk memanfaatkan suatu penemuan melalui direktorat paten. Hak paten biasanya diberikan maksimal selama 17 tahun, dan dapat dipindah tangankan kepada pihak lain. Hak paten diamortisasi selama periode tertentu, dan bisa dihitung atas dasar unit produk yang dibuat. Pada penulisan jurnalnya, akun amortisasi paten akan didebitkan. Sedangkan akun paten dikreditkan. 

  1. Hak cipta 

Hak cipta, atau lebih dikenal sebagai copyright merupakan hak tunggal yang diberikan kepada perseorangan ataupun badan untuk menjual atau memperbanyak suatu karya maupun barang baik yang berasal dari hasil seni ataupun karya intelektual. Hak cipta bisa didapatkan dengan cara riset, dan dapat dijual. Jangka waktu kepemilikan adalah 28 tahun dan masih bisa diperpanjang selama 28 tahun lagi. Copyright yang didapat dari ciptaan sendiri biasanya memiliki nilai yang tidak terlalu tinggi, sehingga dapat dibebankan pada periode akuntansi tersebut. Sedangkan copyright yang didapatkan dengan cara membeli nilainya akan cenderung besar, sehingga perlu dikapitalisasi dan diamortisasikan. 

  1. Merek Dagang

Merek dagang (trademark) merupakan hak tunggal yang dimiliki perseorangan atau suatu perusahaan untuk menggunakan brand, lambang, logo usaha atas suatu produk maupun jasa. Pembukuan nilai merek dagang sangat berpengaruh dengan nilainya. Bila nilainya terlalu besar, maka perlu dilakukan kapitalisasi dan amortisasi. Namun, pada beberapa kasus tidak dilakukan amortisasi karena umurnya yang tidak terbatas. Namun bila nilainya relatif kecil, maka perusahaan bisa menjadikannya sebagai beban pada periode yang sama. 

  1. Franchise

Franchise merupakan hak yang dimiliki sebuah perusahaan atas perusahaan lain untuk mengkomersialisasikan proses, teknik, ataupun produk tertentu. Franchise biasanya diberikan dalam jangka waktu tertentu, dan biasanya dibarengi dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak. Karena sifatnya tersebut, amortisasi dilakukan setiap tahunya. 

  1. Leasehold

Leasehold yaitu hak atas penggunaan suatu aktiva yang terikat dalam perjanjian sewa. Biaya sewa yang dibayarkan di setiap periode harus dibebankan pada periode setiap pembayaranya. Sedangkan biaya sewa yang dibayar dimuka dapat dicatat sebagai pendapatan sewa dibayar dimuka ataupun sebagai aktiva tetap tak berwujud jika jangka sewanya relatif lama. Perhitungan nilai amortisasi leasehold bisa ditulis dengan dua cara, yaitu garis lurus dan nilai tunai. Untuk pencatatan jurnalnya adalah dengan mendebitkan akun biaya sewa, dan mengkreditkan akun leasehold. Apabila terjadi perbaikan selama masa sewa, maka biaya yang dikeluarkan oleh penyewa dicatat pada akun “perbaikan aktiva yang disewa”. Biaya tersebut kemudian diamortisasi sesuai jangka waktu sewa atau umur perbaikan aktiva (tergantung mana yang lebih pendek). Sedangkan apabila perbaikan dilakukan setelah masa sewa berakhir, maka perbaikan menjadi milik pemberi sewa (pemilik aktiva). 

  1. Goodwill

Goodwill merupakan nilai lebih yang dimiliki suatu perusahaan dari reputasi yang baik akan nama, manajer, letak yang strategis, relasi, dan sebagainya. Pencatatan goodwill baru bisa dilakukan apabila terjadi penjualan dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran. Pembukuan goodwill bisa dilakukan apabila timbul dari pembelian maupun transaksi perusahaan. 

Metode Pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dan Contohnya

Pencatatan amortisasi aset tak berwujud dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode garis lurus dan saldo menurun. Berikut penjelasanya:

  1. Metode garis lurus

Yaitu perhitungan amortisasi aset tidak berwujud dengan cara menyamakan pembebanan biaya yang dialokasikan di setiap tahunya. Dengan kata lain, nilai penyusutan yang dialami setiap tahunya selalu sama. Untuk memperjelas, berikut studi kasus dan cara penulisanya:Contoh kasus:PT Harapan Baru membeli lisensi produksi produk kerajinan dari PT Kreasi Indah. Masa manfaat yang disepakati adalah selama 5 tahun, dengan nilai Rp. 100,000,000.Perhitungan dan penulisan jurnal amortisasiKarena dihitung dengan metode garis lurus, maka perhitungan amortisasi per tahun adalah:  Rp. 100,000,000/5 tahun = Rp. 20,000,000/tahun. Dengan begitu, maka penulisan jurnalnya adalah:

Beban amortisasiRp. 20,000,000
          Aset tak berwujudRp. 20,000,000
  1. Metode saldo menurun

Yaitu perhitungan amortisasi dengan cara mengalokasikan pembebanan biaya yang mana dihitung semakin menurun setiap tahunnya. Penurunan beban tersebut seiring dengan bertambahnya masa manfaat yang dirasakan perusahaan. Sedangkan pada masa manfaatnya yang terakhir, dilakukan penyusutan sekaligus atas nilai sisa yang ada.Karena perhitungannya seperti itu maka biaya penyusutan pada tahun pertama akan lebih besar daripada tahun kedua. Begitupun seterusnya hingga masa manfaatnya habis. Dengan contoh kasus yang sama seperti pada metode garis lurus, perhitungan dan penulisan jurnalnya adalah sebagai berikut:

  1. Amortisasi tahun 1: 50% x Rp. 100,000,000 = Rp. 50,000,000
Beban amortisasiRp. 50,000,000
          Aset tak berwujudRp. 50,000,000
  1. Amortisasi tahun 2: 50% x (Rp. 100,000,000 - Rp. 50,000,000) = Rp. 25,000,000
Beban amortisasiRp. 25,000,000
          Aset tak berwujudRp. 25,000,000
  1. Amortisasi tahun 3: 50% x (Rp. 50,000,000 - Rp. 25,000,000) = Rp. 12.250,000
Beban amortisasiRp. 12,250,000
          Aset tak berwujudRp. 12,250,000
  1. Amortisasi tahun 4: 50% x (Rp. 25,000,000 - Rp. 12.250,000) = Rp. 6,125,000
Beban amortisasiRp. 6,125,000
          Aset tak berwujudRp. 6,125,000
  1. Amortisasi tahun 5 (sisa nilai aktiva) = Rp. 6,125,000
Beban amortisasiRp. 6,125,000Rp. 50,000,000
          Aset tak berwujudRp. 6,125,000Rp. 50,000,000

 Goodwill merupakan nilai lebih yang dimiliki suatu perusahaan dari reputasi yang baik akan nama, manajer, letak yang strategis, relasi, dan sebagainya. Pencatatan goodwill baru bisa dilakukan apabila terjadi penjualan dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran. Pembukuan goodwill bisa dilakukan apabila timbul dari pembelian maupun transaksi perusahaan. 

Metode Pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dan Contohnya

Pencatatan amortisasi aset tak berwujud dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode garis lurus dan saldo menurun. Berikut penjelasanya:

  1. Metode garis lurus

Yaitu perhitungan amortisasi aset tidak berwujud dengan cara menyamakan pembebanan biaya yang dialokasikan di setiap tahunya. Dengan kata lain, nilai penyusutan yang dialami setiap tahunya selalu sama. Untuk memperjelas, berikut studi kasus dan cara penulisanya:Contoh kasus:PT Harapan Baru membeli lisensi produksi produk kerajinan dari PT Kreasi Indah. Masa manfaat yang disepakati adalah selama 5 tahun, dengan nilai Rp. 100,000,000.Perhitungan dan penulisan jurnal amortisasiKarena dihitung dengan metode garis lurus, maka perhitungan amortisasi per tahun adalah:  Rp. 100,000,000/5 tahun = Rp. 20,000,000/tahun. Dengan begitu, maka penulisan jurnalnya adalah:

Beban amortisasiRp. 20,000,000
          Aset tak berwujudRp. 20,000,000
  1. Metode saldo menurun

Yaitu perhitungan amortisasi dengan cara mengalokasikan pembebanan biaya yang mana dihitung semakin menurun setiap tahunnya. Penurunan beban tersebut seiring dengan bertambahnya masa manfaat yang dirasakan perusahaan. Sedangkan pada masa manfaatnya yang terakhir, dilakukan penyusutan sekaligus atas nilai sisa yang ada.Karena perhitungannya seperti itu maka biaya penyusutan pada tahun pertama akan lebih besar daripada tahun kedua. Begitupun seterusnya hingga masa manfaatnya habis. Dengan contoh kasus yang sama seperti pada metode garis lurus, perhitungan dan penulisan jurnalnya adalah sebagai berikut:

  1. Amortisasi tahun 1: 50% x Rp. 100,000,000 = Rp. 50,000,000
Beban amortisasiRp. 50,000,000
          Aset tak berwujudRp. 50,000,000
  1. Amortisasi tahun 2: 50% x (Rp. 100,000,000 - Rp. 50,000,000) = Rp. 25,000,000
Beban amortisasiRp. 25,000,000
          Aset tak berwujudRp. 25,000,000
  1. Amortisasi tahun 3: 50% x (Rp. 50,000,000 - Rp. 25,000,000) = Rp. 12.250,000
Beban amortisasiRp. 12,250,000
          Aset tak berwujudRp. 12,250,000
  1. Amortisasi tahun 4: 50% x (Rp. 25,000,000 - Rp. 12.250,000) = Rp. 6,125,000
Beban amortisasiRp. 6,125,000
          Aset tak berwujudRp. 6,125,000
  1. Amortisasi tahun 5 (sisa nilai aktiva) = Rp. 6,125,000
Beban amortisasiRp. 6,125,000Rp. 50,000,000
          Aset tak berwujudRp. 6,125,000Rp. 50,000,000

You Might Also Like